Kejar Target Bebas Emisi Karbon, Panas Bumi Harus Dikembangkan Optimal

14 September 2022 11:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pengelolaan panas bumi nasional oleh PT Pertamina Geothermal Energy. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pengelolaan panas bumi nasional oleh PT Pertamina Geothermal Energy. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Pemerintah menargetkan Indonesia bebas emisi karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada 2060. Untuk mencapai ini, Kementerian ESDM mendorong agar bauran energi baru dan terbarukan (EBT) semakin besar dalam porsi energi nasional.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan panas bumi (geothermal) menjadi salah satu EBT yang bisa berkontribusi besar mengurangi emisi karbon. Karena itu, harus bisa mendapatkan prioritas pengembangan dari pemerintah.
"Panas bumi merupakan elemen penting yang dimiliki Indonesia untuk mencapai NZE. Dalam rangka mencapai NZE, seluruh potensi energi terbarukan, termasuk panas bumi harus dikembangkan dengan optimal," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (14/9).
Menurut dia, sangat wajar pemerintah memberi perhatian serius untuk pengembangan panas bumi karena berbagai alasan. Apalagi pemerintah memiliki peta jalan (roadmap) pengembangan panas bumi hingga mencapai kapasitas 7 Gigawatt (GW) pada 2030.
“Panas bumi juga tidak dianaktirikan, karena sejak 15 tahun lalu, pengembangan panas bumi selalu jadi prioritas dan berbagai instrumen mitigasi risiko hulu dibuat oleh Kementerian Keuangan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini ada fasilitas penurunan risiko eksplorasi panas bumi, yaitu Geothermal Resources Risk Management (GREM) yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Belum lagi pendanaan infrastruktur panas bumi yang juga dikelola PT SMI sebesar Rp 3,7 triliun yang berasal dari dana APBN dan hibah Bank Dunia.
Hal lain, kata dia, dalam industri ini, ada pemain besar dan konsisten yang kembangkan panas bumi di Tanah Air. Salah satunya adalah PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina Power Indonesia, subholding Power and New Renewable Energy Pertamina. Demi mencapai NZE pada 2060, seluruh potensi energi terbarukan, termasuk panas bumi harus dikembangkan dengan optimal.
"Dalam hal ini prospek bisnis PGE sangat bagus," ujarnya.
ADVERTISEMENT

Hilirisasi Jadi Kunci Panas Bumi

Namun, tambah Fabby, PGE tetap harus didukung dan diperkuat agar target yang dicanangkan bisa tercapai. Penguatan PGE lebih pada kemampuan dalam mengelola risiko. Katanya, tak bisa dipungkiri pengembangan panas bumi tidak beda jauh dengan migas yang memiliki risiko sangat tinggi.
Dia menyarankan agar PGE mempersingkat waktu pengembangan lapangan panas bumi dan pembiayaan untuk investasi. "Termasuk bermitra serta mengeksplorasi pemanfaatan listrik panas bumi untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi, misalnya green hydrogen," ujarnya.
Pembangkit Listrik Geothermal (PLTB), Pertamina. Foto: Dok. PGE
Hilirisasi panas bumi menjadi salah satu fokus PGE. Indonesia berpotensi menjadi pusat industri panas bumi berskala global di masa depan berdasarkan besarnya potensi yang dimiliki. Untuk mencapai target tersebut harus ada upaya agar pemanfaatan energi panas bumi lebih optimal. Green hydrogen yang menjadi produk lanjutan panas bumi, pengembangannya bisa memberikan efek berantai luar biasa. Namun pengembangannya membutuhkan dana tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PGE Ahmad Yuniarto mengatakan risiko dalam pengelolaan proyek panas bumi tidak hanya pada fase eksplorasi. Ketika memasuki tahapan konstruksi PLTP dan bahkan pada fase operasional lapangan dan PLTP, risiko malah meningkat. “Risiko ini terbagi atas risiko surface maupun sub-surface,” ujarnya.
Yuniarto menjelaskan, energi panas bumi diharapkan menjadi pilar utama dalam menyongsong kebutuhan akan EBT di masa datang, termasuk mendukung program NZE dan menjadi pemicu multiplier effect terhadap pengembangan green economy. Apalagi energi panas bumi merupakan satu-satunya EBT yang bisa menyuplai energi secara kontinyu dan dapat dijadikan sebagai beban dasar (baseload power) dalam sistem ketenagalistrikan dengan tingkat ketersediaan (availability factor) yang tinggi.
Saat ini, PGE mengelola 13 WKP dengan kapasitas terpasang PLTP sebesar +1,8GW, rinciannya 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama.
ADVERTISEMENT