Kelas Menengah Terhempas PHK: Terjepit, Depresi, dan Berjuang Mencari Solusi

22 September 2024 13:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
clock
Diperbarui 12 Oktober 2024 11:58 WIB
comment
27
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Move On Game On: Community Meetup untuk yang kena layoff, 19 September 2024. Foto: Move On Game ON
zoom-in-whitePerbesar
Move On Game On: Community Meetup untuk yang kena layoff, 19 September 2024. Foto: Move On Game ON
ADVERTISEMENT
Andre Satria Octavino kini tak tak lagi punya smartphone. Pria berusia 33 tahun itu terpaksa mengandalkan sebuah tab murah sebagai pengganti dua ponselnya yang sudah dijual.
ADVERTISEMENT
Andre merupakan karyawan startup yang terdampak layoff alias PHK sejak akhir Juli 2024. Cicilan rumah dan mobil yang mencapai Rp 10 juta per bulan membuatnya menjual ini-itu. Termasuk iPhone 15, Samsung Galaxy Flip 4, serta sejumlah tas branded yang dia miliki.
Andre sadar betul bahwa pasar tenaga kerja di Indonesia tengah tidak baik-baik saja. Pengalamannya selama 8 tahun malang-melintang di bidang marketing pun seperti tak menjawab panggilan pasar saat ini. Menurunkan gaji atau switch career pun sebetulnya dia sudah siap.
Andre Satria Octavino. Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
"Kalau kita [gaji] turun 50 persen ya posisinya sama, kerjaannya sama, ya udahlah 50 persen it's okay. Tapi kalau benar-benar switch career, ya mungkin bisa turun 75 hingga 80 persen," ungkap Andre saat ditemui di acara Move On Game On di Gedung AIA Central, Sudirman, Jakarta, Kamis (19/9).
ADVERTISEMENT
Dalam waktu 2 bulan sejak layoff, kata dia, dirinya telah mengirimkan lamaran kepada 30 sampai 40 perusahaan. Namun sialnya, lanjut Andre, hingga sekarang belum ada respons positif.
Beberapa upaya selain melamar pekerjaan pun telah ia lakoni. Mulai jadi freelance headhunter serta freelance pengisi suara (VO).
"Tapi gajinya is really low gitu kan," katanya.
Tablet Samsung yang kini digunakan Andrea untuk komunikasi sehari-hari. Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Menurut Andre, situasi ini membuatnya depresi. Bahkan, kata dia, sempat terlintas pikiran untuk mengakhiri hidup. Untungnya, baru-baru ini ia menemukan sebuah pelarian dari pikiran jeleknya itu, yaitu dengan bergabung dengan komunitas orang-orang yang senasib dengannya.
"Ini salah satunya sih, ini adalah opsi yang tiba-tiba ketemu sih. Komunitas kayak gini ini adalah opsi yang tiba-tiba ketemu dan memang ternyata banyak loh orang yang sama, mereka juga bisa survive. Gua pun ini yang kedua kalinya (kena PHK), jadi yang pertama aja bisa survive, masa sekarang enggak," jawab Andre.
Postingan Lingga Wastu di LinkedIn soal ngumpulin orang-orang yang kena PHK. Foto: Dok. Istimewa

Move On Game On

Komunitas yang dimaksud Andre adalah Move On Game On. Komunitas itu muncul secara dadakan oleh orang yang juga kena PHK. Dia adalah Lingga Wastu (38) yang kena PHK pada Agustus 2024.
ADVERTISEMENT
"Awalnya postingan di Linkedin. Pengin ngumpul sama orang-orang yang kena layoff gitu ya. Karena lihat berita kan di Agustus kemarin ada 46 ribu yang tercatat. Dan aku salah satu yang diberhentikan," ungkap dia.
Founder komunitas Move On Game On, Lingga Wastu. Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Menurut Lingga, komunitas itu dibentuk salah satunya untuk mengisi waktu luang. Selain itu, ia juga tergerak oleh kisah temannya yang sampai tidak bisa makan karena kena PHK.
"Kebetulan kemarin sempat ngobrol sama teman yang salah satunya udah 8 bulan belum dapat kerjaan. Dia ini laki-laki, single father, sampai dia cerita ini kondisinya dia hampir mati: 'Antara gue yang makan atau anak gue yang makan'," kata Lingga menceritakan temannya.
Berdasarkan data yang dibagikan Lingga, 40 persen atau mayoritas orang kena PHK yang join di grupnya adalah karyawan berusia 33-40 tahun. Diikuti oleh karyawan berusia 26-32 tahun yang mencapai 35,56 persen.
ADVERTISEMENT
Lingga tahu betul bahwa menjadi pengangguran tidaklah enak. Dirinya juga sempat mejadi sopir di aplikasi online sambil mencari pekerjaan baru. Sebelumnya, Lingga sudah belasan tahun berkecimpung di dunia marketing.
Meski begitu, Lingga menekankan bahwa pengangguran atau bukan adalah soal mindset. Dia pun lebih memilih istilah jobseeker untuk orang-orang yang kena PHK. Joobseeker inilah yang berjuang dan mencari teman senasib sepenanggungan untuk saling menguatkan, berelasi, dan mencari kesempatan baru.
Move On Game On: Community Meetup untuk yang kena layoff, 19 September 2024. Foto: Move On Game ON
Komunitas itu, kata Lingga, awalnya memang cuma wacana di LinkedIn. Namun, dia tak menyangka bahwa impresi posting-an tersebut mencapai 46 ribu. Yang join grup WA, kata dia, jumlahnya ada 370 sekian.
Sementara yang datang pada gathering pertama di Gedung AIA Central ada 60-an. Pembicara di acara itu pun juga orang-orang yang sempat kena PHK dan sudah berjuang untuk menemukan kesempatan baru.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya sempat panik banyak yang ngumpul. Namun, ada yang terinpirasi dari event ini, ada yang mau benerin CV, ada yang beres-beres diri, benerin mood, jadi ada beberapa teman yang terdampak positif dari event ini," pungkasnya.

Kelas Menengah Terhempas

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kelas menengah di Indonesia terus merosot. Pada 2019, tercatat ada 57,33 juta kelas menengah atau 21,45 persen dari total penduduk Indonesia. Kini pada 2024, jumlah kelas menengah menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk Indonesia.
Data itu menunjukkan bahwa kelas menengah di Indonesia menyusut hingga 9,48 juta orang dalam lima tahun terakhir. Pada periode yang sama, terjadi peningkatan jumlah dan persentase kelompok penduduk rentan miskin dari 54,97 juta orang menjadi 67,69 juta orang atau dari 20,56 persen menjadi 24,23 persen. Sementara itu, kelompok menuju kelas menengah dari 128,85 juta orang menjadi 137,50 juta orang atau dari 48,2 persen menjadi 49,22 persen.
ADVERTISEMENT
BPS sendiri menyebut kelompok kelas menengah (middle class) adalah masyarakat yang pengeluarannya 3,5-17 kali garis kemiskinan, yakni sekitar Rp 2.040.262-Rp 9.909.844 per kapita per bulan. Adapun pada garis kemiskinan Indonesia per Maret 2024 mencapai Rp 582.932 per kapita per bulan.
Temuan BPS itu senada dengan Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI. Dalam LPEM FEB UI Indonesia Economic Outlook 2024 Triwulan III 2024, porsi masyarakat yang sebelumnya terhitung kelas menengah mengalami penurunan kesejahteraan.
Suasana Gedung bertingkat di kawasan Semanggi, Jakarta, Senin (19/8/2024). Foto: Darryl Ramadhan/kumparan
LPEM FEB UI menyebut tren ini cukup mengkhawatirkan. Sebab, situasi itu menyiratkan kurangnya penciptaan lapangan kerja untuk kelompok tersebut atau adanya hambatan struktural yang menghalangi calon kelas menengah dan kelas menengah mendapatkan pekerjaan di sektor dengan produktivitas tinggi.
ADVERTISEMENT
“Jika tidak segera diatasi, calon kelas menengah dan kelas menengah mengalami risiko tinggi mendapatkan penghasilan yang rendah dan buruknya kualitas pekerjaan di masa mendatang,” ungkap LPEM FEB UI dalam laporan tersebut.
Berdasarkan target Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jumlah kelas menengah harus ditingkatkan menjadi 70 persen dari populasi Indonesia pada tahun 2045. Itu dilakukan supaya Indonesia bisa mencapai status negara berpenghasilan tinggi. Nah, Untuk mencapai target ambisiius itu, tulis LPEM FEB UI, kebijakan pemerintah harus berfokus membantu calon kelas menengah.
“Memastikan keamanan ekonomi bagi calon kelas menengah dan kelas menengah selama masa-masa sulit sangat penting untuk menjaga daya beli mereka, terutama selama periode pengangguran atau transisi pekerjaan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Aliya R Putri