Kelebihan Bayar Peserta BPJS Kesehatan Bakal Dikembalikan

11 Maret 2020 6:20 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani pelanggan di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (9/3). Foto: ANATRA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani pelanggan di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (9/3). Foto: ANATRA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
BPJS Kesehatan akan mengembalikan kelebihan bayar peserta setelah diputuskan kenaikan tarif batal. Hal itu menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Keputusan tersebut merupakan buah dari dikabulkannya judicial review yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) atas Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang kenaikan iuran BPJS.
Kabar ini tentu menggembirakan bagi masyarakat, namun di sisi lain menjadi PR bagi pemerintah. Kementerian Keuangan bakal dibuat keteteran menutupi defisit BPJS. Berikut kumparan merangkumnya sebagai berikut:
MA Nilai Perpres Nomor 75 Tahun 2019 Tak Punya Kekuatan Hukum Mengikat
MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 dalam Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal itu mengatur besaran kenaikan iuran BPJS.
"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," ujar jubir MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Senin (9/3).
ADVERTISEMENT
Selain itu, MA juga menilai kedua pasal itu bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Bahkan, ketentuan dalam pasal 34 ayat 1 dan 2 itu bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan," ujar Jubir MA Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi, Senin (9/3).
BPJS Kesehatan Tunggu Salinan Putusan MA
Merespons pembatalan kenaikan iuran ini, Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, pihaknya belum menerima salinan keputusan Mahkamah Agung mengenai judicial review terkait Perpres 75 tahun 2019 itu.
ADVERTISEMENT
“Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut,” kata Iqbal kepada kumparan, Senin (9/3).
Atas dasar itu, ia mengatakan BPJS Kesehatan akan menunggu salinan putusan tersebut terlebih dahulu sebelum menentukan langkah selanjutnya. Kendati begitu, Iqbal menegaskan BPJS Kesehatan bakal mengikuti aturan yang ditetapkan.
“Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah,” pungkas Iqbal.
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
DPR Dukung MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Komisi IX DPR RI menyambut baik keputusan tersebut. Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh mengatakan, hal itu sesuai dengan apa mereka harapkan.
“Kita berharap Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan dan BPJS segera mengambil langkah strategis untuk melaksanakan dari keputusan MA ini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Terkait dampaknya bagi keuangan BPJS, ia menilai pemerintah semestinya bisa mencarikan jalan keluar dan mendesain ulang cara untuk menutupi utang tersebut. Ia yakin hal itu dapat dilakukan tanpa harus membebankan pada masyarakat.
“Dan tentunya kita juga perlu melakukan desain ulang bagaimana agar kekurangan biaya utang yang ditanggung BPJS ini bisa teratasi, tanpa harus menaikkan iuran dari peserta,” pungkasnya.
Kemenkeu Putar Otak Tambal Defisit BPJS Kesehatan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji keputusan MA. Menteri Keuangan Sri Mulyani menghitung dengan dampak yang ditimbulkan nanti.
"Ya ini kan keputusan yang memang harus liat lagi implikasinya kepada BPJS gitu ya. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain. Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penilaiannya bahwa memang keuangan BPJS Kesehatan tengah merugi saat ini. Sehingga, pilihan menaikkan iuran dinilai cukup membantu.
"Secara keuangan mereka merugi, sampai dengan saya sampaikan dengan akhir Desember, kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," ujarnya.
Namun, dengan adanya putusan ini maka dia harus menjalankan tugas lebih. Khusunya mengkaji kembali keuangan operasional BPJS tanpa ada kenaikan iuran.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, otoritas fiskal masih mencari cara menambal defisit BPJS Kesehatan.
Adapun hingga akhir 2019, pemerintah telah menyuntikkan Rp 13,5 triliun ke BPJS Kesehatan. Dengan demikian, sisa defisit keuangan BPJS Kesehatan mencapai Rp 15,5 triliun.
ADVERTISEMENT
"Kita cari cara sejak tahun lalu bagaimana caranya tambal. Caranya menambal itu yang kita bayangkan tahun lalu adalah pemerintah berikan uang, uang lebih besar kepada BPJS Kesehatan," ujar Suahasil di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (9/3).
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat penyampaian SPT elektronik di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Apakah BPJS Akan Bangkrut?
Dengan kembali ke iuran lama, defisit BPJS Kesehatan dipastikan melebar. Tanpa kenaikan iuran, defisit bisa mencapai Rp 39,5 triliun pada tahun 2020, dan membengkak Rp 77,1 triliun pada tahun 2024.
Artinya, pemerintah harus menutup defisit atau kerugian itu. Bila tak ditutup, BPJS Kesehatan bisa saja gulung tikar karena kehabisan dana segar untuk membiayai klaim dan operasional.
Pada kenaikan iuran hingga 100 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2020, keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus hingga 2024.
ADVERTISEMENT
Atas keputusan terbaru MA, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, BPJS Kesehatan dipastikan akan kesulitan keuangan lagi karena lembaga jaminan sosial tersebut selama beberapa tahun harus merugi akibat tak ada kenaikan iuran sejak 2016.
Padahal penyesuaian tarif wajib dilakukan setiap 2 tahun sekali. Iuran baru naik 4 tahun kemudian atau mulai 2020, namun akhirnya ditangguhkan MA.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, memaparkan solusi utama menyelesaikan defisit adalah menaikkan iuran. Fachmi menyebut defisit bisa melebar hingga Rp 77 triliun di 2024 bila tidak ada tindakan sama sekali.
Kala itu hal yang dinilai jadi pemicu defisit adalah adanya potensi fraud (kecurangan) dan tunggakan. Ternyata masalah defisit yang dipicu oleh potensi fraud (kecurangan) dan tunggakan iuran tidak signifikan.
ADVERTISEMENT
Nasib Masyarakat yang Sudah Bayar Iuran Tarif per 1 Januari 2020
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, kelebihan bayar tersebut menjadi hak peserta.
“Jika ada kelebihan, itu hak peserta. Tentu diperhitungkan,” ujar Iqbal kepada kumparan, Selasa (10/3).
Iqbal kemudian menjelaskan, iuran yang sudah telanjur dibayar sesuai kenaikan tersebut bisa menjadi saldo peserta. Sehingga dapat digunakan untuk memotong iuran di bulan selanjutnya.
“Bisa digunakan sebagai saldo iuran bulan depan,” jelasnya.
Kendati begitu, Iqbal mengatakan saat ini BPJS Kesehatan masih menunggu salinan putusan MA. Sehingga belum bisa menindaklanjuti keputusan yang telah ditetapkan itu.
Lantaran hal itu pula, kata Iqbal, sampai saat ini mereka masih mengacu pada Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Penurunan iuran BPJS Kesehatan masih menunggu aturan baru dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Belum terima, makanya harus kita pelajari detailnya putusan MA. Kalau hari ini masih Perpres 75 Tahun 2019. Kalau sudah jelas tentu akan disesuaikan. Hak-hak peserta tetap diperhitungkan,” tegas Iqbal.