Kelola APBN Ala Sri Mulyani, Game Changer di Masa Krisis Akibat Pandemi

2 Maret 2023 15:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkeu Sri Mulyani untuk Game Changer kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkeu Sri Mulyani untuk Game Changer kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani membuat perubahan selama pandemi COVID-19. APBN dibuat fleksibel, defisit anggaran pun naik di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kebijakan Sri Mulyani dalam mengelola APBN menjadi game changer selama masa krisis akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
"Kita sudah pernah alami situasi krisis 2008-2009, sehingga APBN fleksibel dari sisi perpajakan, dari sisi belanja dan dari sisi pembiayaan pada saat krisis terjadi, pengusaha dari segi kecil menengah enggak bisa bayar pajak karena penerimaan enggak ada. Sehingga kita berikan insentif pengurangan cicilan pajak mereka, sehingga mereka enggak tertekan dari sisi pajak bulanan, diturunkan secara insentif," ujar Sri Mulyani kepada kumparan, Kamis (2/3).
Ia pun membeberkan tiga tantangan baru usai pandemi COVID-19 menghantam dunia. Bahkan dia mengeklaim, tantangan baru ini akan jauh lebih sulit.
“Tantangan sesudah pandemi sebenarnya tidak lebih mudah. Walaupun tidak mengatakan pandemi itu mudah, pandemi sulit banget,” kata Sri Mulyani.
Pertama, laju pemulihan ekonomi yang cepat pasca dihantam pandemi COVID-19 ternyata menimbulkan tekanan baru yakni inflasi yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Kedua, ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung selesai. Bahkan diperparah dengan ketegangan China dan Amerika.
“Ini menimbulkan dampak yang sungguh luar biasa dan menimbulkan komplikasi yang sangat rumit terhadap pemulihan ekonomi,” ungkap Sri Mulyani.
“Harga-harga menjadi tinggi dan tidak pasti menjadi volatile sangat bergejolak. Kalo harga itu naik turun apalagi cenderung selalu naik tapi juga bergejolak, pasti rakyat dan ekonomi tidak mungkin mampu untuk bertahan,” imbuhnya.
Ketiga, tingginya risiko resesi di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS) hingga Eropa yang disebabkan oleh tingginya angka inflasi dan dampak geopolitik.
“Inilah yang kita harus hadapi saat ini. Jadi suasana global ekonomi, geopolitik global menimbulkan dampak negatif terhadap ancaman pemulihan ekonomi Indonesia juga. Jadi Indonesia harus waspada,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT