Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Daya beli melemah disebut menjadi salah satu penyebab menurunnya harga daging ayam di pasaran. Para peternak terpukul menghadapi kerugian yang saat ini dialaminya.
ADVERTISEMENT
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) wilayah Jawa Tengah, Suwardi, mengatakan penurunan permintaan terjadi sekitar 30 persen di tengah pasokan atau stok daging ayam melimpah.
Suwardi menyebut, Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan daging ayam secara mandiri alias swasembada sejak tahun 2022. Dalam kondisi turunnya permintaan, maka pasokan ini akhirnya surplus.
"Daya beli rendah, produksi cukup. Ekonomi melemah karena uang yang harusnya di transfer ke daerah belum juga ada, menghambat program, sehingga pengangguran banyak tidak ada uang," jelasnya saat dihubungi kumparan, Kamis (24/4).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, mengatakan para peternak kecil sangat terpukul dengan menurunnya permintaan di pasar.
Sugeng mencatat, modal peternak setiap 1 kilogram (kg) ayam hidup mencapai Rp 17.500, namun harga jual saat ini berada di kisaran Rp 13.500, sehingga peternak harus merugi.
ADVERTISEMENT
"Peternak ini mengalami kerugian Rp 17.500 kurangi Rp 13.500, kira-kira Rp 4.000 itu per kg, kalau seekor 2 kg itu berarti Rp 8.000-an gitu," ungkapnya.
Kata dia, ini disebabkan pasokan yang berlebihan namun permintaan yang tetap bahkan menurun. Kondisi ini utamanya terlihat sejak sepekan setelah Lebaran 2025.
Sugeng menilai, lesunya harga daging ayam yang sudah berlarut-larut sejak tahun lalu ini perlu disikapi dengan transformasi tata kelola dan tata niaga peternak, salah satunya dengan revisi UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pasalnya, dia menuturkan saat ini peternak kecil harus bersaing dengan pengusaha besar dalam memenuhi permintaan daging ayam di pasar tradisional. Pengusaha besar bisa menguasai pasokan hingga 80 persen.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan Sugeng, saat ini harga daging ayam di pedagang eceran pasar tradisional berkisar antara Rp 25 ribu-27 ribu per kg, jauh dari harga normal sebesar Rp 32-35 ribu per kg.
"Kalau yang di kandang itu tadi Rp 13.500 per kg. Nah ini yang banyak mendapatkan keuntungan pedagang-pedagang perantara ini," keluhnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Sugeng, sebanyak 40 persen pasokan daging ayam peternak kecil menjadi tidak terserap. Para peternak kemudian mendesak keberpihakan pemerintah lebih lanjut.
Harga Telur Merosot
Setelah Lebaran 2025, harga telur ayam sempat turun cukup drastis di sejumlah pasar yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Pedagang telur yang telah bertahun-tahun berjualan di Pasar Minggu bernama Temu, mencatat penurunan harga yang cukup fantastis.
ADVERTISEMENT
Kata dia, harga satu peti telur dengan berat total 15 kilogram (kg) yang biasanya berada di kisaran Rp 380.000-Rp 395.000, menjadi hanya Rp 360.000.
“Kasihan peternaknya, makanannya mahal, tapi telurnya malah nggak laku dan akhirnya dijual murah,” kata Temu kepada kumparan, Kamis (24/4).
Temu mengaku menjual harga telur Rp 27.000 per kg. Ia berharap kondisi segera stabil agar peternak bisa terus bertahan.
Sama halnya seperti di Pasar Lenteng Agung. Amin, pedagang di pasar setempat mengaku harga telur sempat menyentuh titik rendah di angka Rp 24.000 per kg. Menurut Amin, penurunan tersebut berlangsung singkat sebelum harga kembali naik ke angka Rp 27.000 per kg.
“Harga telur sekarang Rp 27.000 per kg. Ini udah naik. Kemarin sempet Rp 24.000 per kg. Pasokan aman kalau di sini, tapi pembelinya emang berkurang,” terang Amin.
ADVERTISEMENT
Padahal, harga telur di tingkat konsumen telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2O22 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras.
Dalam aturan tersebut harga acuan telur ayam di tingkat konsumen Rp 27.000 per kg. Fenomena ini juga dialami oleh Anto, agen telur di kawasan Swadaya, Tanjung Barat.
Ia menyebut, anjloknya harga telur seringkali disebabkan oleh tingginya pasokan yang tidak sebanding dengan jumlah pembeli.
Ketika telur tidak segera terserap pasar, risikonya adalah kebusukan. Oleh karena itu, penurunan harga kadang menjadi langkah cepat untuk menghabiskan stok.