Kemendag Perketat Ekspor Minyak Jelantah hingga Limbah Pabrik Kelapa Sawit

16 Januari 2025 13:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi minyak jelantah. Foto: Fernando Avendano/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minyak jelantah. Foto: Fernando Avendano/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan aturan mengenai pengetatan ekspor minyak jelantah atau Use Cooking Oil (UCO), limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR).
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, Permendag 2/2025 ini dikeluarkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng.
Hal ini ditujukan agar pelaksanaan program minyak goreng rakyat bisa berjalan lancar. Selain itu, juga untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).
Isy menjelaskan, berdasarkan beleid ini, kebijakan ekspor minyak jelantah dan residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Kemenko Bidang Pangan.
“Pembahasan pada rakor ini termasuk ada tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat Persetujuan Ekspor (PE),” kata Isy dalam keterangannya, Kamis (16/1).
ADVERTISEMENT
Isy membeberkan pertimbangan pengambilan kesepakatan dalam rakor. Hal ini meliputi, kebijakan lain yang membatasi ekspor minyak jelantah dan residu, seperti pengenaan bea keluar yang akan diberlakukan.
Kemudian penyesuaian angka konversi hak ekspor hasil dari Domestic Market Obligation (DMO), angka produksi dan konsumsi dalam negeri dari minyak jelantah dan residu, juga hak ekspor minyak jelantah dan residu yang dimiliki oleh eksportir.
“Di luar itu, bagi para eksportir yang memiliki PE UCO dan PE residu yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag sebelumnya, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” terang Isy.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir menuturkan terbitnya aturan ini juga didasarkan pada pertumbuhan permintaan POME, HAPOR, dan minyak jelantah akibat implementasi kebijakan Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
ADVERTISEMENT
Kemudian, penerbitan aturan ini juga didasarkan pada maraknya modus pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli, serta praktik mengolah buah dari Tandan Buah Segar (TBS) yang dibusukkan langsung menjadi POME dan HAPOR.
“Perubahan Permendag mencakup perubahan syarat dan tata cara untuk mendapatkan PE UCO dan residu. Berdasarkan Permendag 2/2025, PE diterbitkan dengan kewajiban melengkapi syarat alokasi jika disepakati dalam rakor,” terang Farid.
Ia berharap kerja sama eksportir dan asosiasi untuk menyampaikan data yang mendukung kebijakan ekspor produk CPO dan turunannya. Data tersebut termasuk jumlah produksi, pasokan, konsumsi, serta permintaan.