Minyak Goreng Curah di Surabaya

Kemendag: Stok Minyak Goreng Ada, Keluar Gudangnya Tidak Lancar (3)

28 Februari 2022 10:47 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kelangkaan harga minyak sejak akhir 2021 membuat Kementerian Perdagangan putar otak. Sejak awal 2022 ada enam kebijakan yang telah diterbitkan. Regulasi terbaru yaitu Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation).
Keluar pada 10 Februari 2022, aturan ini berlaku 15 Februari 2022. Eksportir CPO dan turunannya wajib mengalokasikan kebutuhan dalam negeri sebesar 20% untuk crude palm oil dan/atau refined, bleached and deodorized palm olein dari volume ekspor.
Kedua, pemerintah menetapkan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation) untuk Crude Palm Oil sebesar Rp 9.300 per Kg termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sementara untuk Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein sebesar Rp 10.300 per Kg termasuk PPN.
Lalu, apakah kebijakan teranyar Kemendag ini ampuh mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran? Apa kata Kemendag soal minyak goreng yang masih terus langka hingga saat ini?
Simak perbicangan kumparan dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, Kamis (24/2):
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan

Minyak goreng masih langka sampai sekarang, kenapa?

Minyak goreng ini tidak pernah langka. Minyak goreng ini ada. Yang langka itu, yang sulit dicari itu, minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau atau minyak goreng curah dengan harga tertinggi (HET) Rp 14 ribu.
Sampai saat ini pemerintah sudah menggelontorkan banyak, bahkan hampir 196 juta liter dalam 10 hari ini. Intinya sekarang permasalahannya kan “bendungan” penuh nih.
Cuma, bendungan penuh kok aliran enggak lancar? Nah ini yang sedang saya beresin. Kemendag sedang turun ke berbagai provinsi beres-beres ke aliran irigasinya nih. Ada yang kerannya karatan harus diampelas, ada keran yang macet harus dilas.
Ada juga yang menghalangi, ngelempar batu. Batunya kami angkat, kami cari yang lempar siapa. Kalau ada rumput-rumput menghalangi, kami bawa cangkul.
Ini lagi diberesin. Jadi, ini adalah irigasi minyak goreng murah terjangkau nah sekarang semua tim Kemendag bersama pemda disperindag setempat sedang beres-beres.
Tumpukan kardus berisi minyak goreng kemasan 2 liter yang disita dari sebuah gudang di Kampung Kempeng, Desa Cempaka, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (26/2). Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA
Ada yang mau main-main atau bagaimana ya kalau ada yang nyandet. Ada di gudangnya, enggak lancar keluarnya, ya kita bantu fasilitasi. Saya bantu jualin bila perlu yang penting dia yang jualan saya antar ke pembeli. Ngapain juga disimpan-simpan gitu kan. Ada yang begitu, ada yang macam macamlah alasannya, saya beresin dulu.
Karena ini kayaknya kalau berbicara rantai distribusi ini ceritanya, detailnya, kebijakannya sudah bagus, dan persediaan minyak banyak, bendungannya banyak. Gitu kan. Nah yang mengisi bendungan banyak. Nah, irigasi kok tidak lancar, itu yang sedang kita beresin.
Kadang-kadang yang mengisi bendungan salah, bendungannya seharusnya di sebelah utara, mengisinya di selatan, bendungan utara kosong. Jadi, sedang kita lihat profil per daerah kebutuhannya berapa.
Jangan sampai menumpuknya semua di Jakarta tahu-tahu bendungan lain kosong, banyaklah. Tapi stok banyak. Intinya stok banyak tinggal aliran diperbaiki, pengisian harus benar ke mana dan irigasi di setiap bendungan harus lancar. Ada yang irigasi harus ke sawah, eh belok ke kebun lain. Kebun orang itu kan harus diperbaiki. Sederhananya begitu.

Ada pedagang keberatan dengan HET Rp 14 ribu, jadi sisa stok minyak disimpan di gudang.

Kebijakan HET kan perintahnya Presiden, jelas. Utamakan kepentingan rakyat. Sediakan minyak goreng murah. Ya, kalau enggak mendukung, enggak usah ikut berbisnis di situ selesai kan.

Mereka juga keberatan dengan harga bahan baku Rp 18 ribu tapi HET Rp 14 ribu?

Bukan, jadi sekarang itu anggapan mereka tersedia minyak bahan baku yang Rp 9.300 yang Rp 10.300. Jadi saya itu punya stok banyak karena dikirim oleh para eksportir. Ada eksportir yang enggak punya CPO. Ada yang enggak punya olein, enggak punya CPO, mereka nyari pasangan.
Karena mereka membeli Rp 18.000 per kilogram. Misalnya 1.000 ton karena mau diekspor 1.000 ton, nah 20 persen harus dijual Rp 9.300 per kg (CPO) dan 10.300 per kg (olein) ke produsen minyak goreng.
Nah kalau mereka enggak mencari yang memasok itu ya enggak akan dapat. Kalau nunggu sendiri mah berdoa juga nggak akan datang ke rumah. Rezeki harus dicari iya kan dan mereka itu bukan pemain. Mereka itu punya mitra dari mana-mana yang rata-rata sawit ini enggak pernah murni domestik pasti mereka melakukan ekspor.
Banyak itu yang ekspor. Bahkan sekarang yang tujuan ekspor saja saya tahan. Contohnya perkebunan Malaysia yang ada di Kawasan Berikat yang harus ekspor enggak boleh. Kan dia masuk ke dalam negeri ya kan. Nah, dia harus cari CPO di dalam negeri untuk dipasok ke dia Rp 10.300 atau 9.300 per kg.
Nah, kalau pintu dibuka terus, nunggu yang begitu, ya yang datang rampok.
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA
Jadi ini iklim bisnis sudah skema baru, jadi mereka juga harus mencari bukan menunggu. Karena mereka kan harus paham yang diwajibkan pemerintah menjual ke dalam negeri dengan Rp 9.300 dan Rp 10.300 adalah eksportir yang kalau dia cari di lokal enggak akan dapat, harus cari di eksportir. Iya saya mau jual Rp 14.000 tapi saya kurang bahan baku, eh eksportir kirim dong sama gua gitu.

Kemendag turun ke semua daerah?

Seharusnya kemarin-kemarin (turunnya) dari minggu sejak Kemendag mengeluarkan peraturan itu (HET) ya. Enggak ada kendala. Kalau terkendala, enggak ngerti, tanya.
Saya hampir tiap malam Zoom dengan mereka mereka itu, baik di tengah, di hulu tiap hari itu. Jadi kalau mereka mengemukakan itu dan saya sudah bersurat mengedarkan kepada semua produsen, begitu seharusnya, begini caranya kan gitu. Hotline sudah kita buka, mereka enggak menghubungi atau mereka kesulitan mencari eksportir ayo kita fasilitasi, ini ada daftar eksportir. Tinggal gitu aja.
Pengisian bahan bakar Biodiesel B30 pada truk di Kementerian ESDM. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Seharusnya pengusaha ekspor memasok B30?

B30 beda porsinya. Jadi produksi kita itu 51 juta ton. 47 juta-48 juta berupa CPO, yang 3 juta berupa CPKO. Nah, dari 47 juta CPO in 65 persen untuk ekspor, 35 persen untuk dalam negeri.
Nah, di antara 35 persen itu ada untuk biodiesel, ada untuk minyak goreng, ada untuk kepentingan yang lainnya. Jadi porsinya enggak berubah. Ya kecuali saya naikkan jadi 40 persen ya berarti mengurangi ekspornya. Itu kan kebijakan enggak apa-apa dong jadi porsi biodiesel segitu. Kalau porsi minyak goreng sekitar 5 juta ton per tahun enggak berubah tuh.

Analisa itu berdasarkan data 2019 bahwa konsumsi 5 juta ton naik jadi 7 juta sehingga ada alokasi yang bergeser ke biodiesel?

Enggak, kan pasokan dalam negeri masih dipertahankan kalau mau naik dengan skema yang sudah ada. Kita itu yang berkurang ekspornya. Bukan yang mengurangi jatah minyak goreng ke biodiesel dengan skema bea keluar, pungutan ekspor.
Sebetulnya sebelum dilakukan DMO dan DPO, ini kan biodiesel B30 sudah dua tahun bertahan. Karena ada DMO-DPO jangan salahkan biodiesel. Alokasi untuk biodiesel beda dengan untuk minyak goreng.
Dirjen Kemendag Oke Nurwan (tengah) meninjau penjualan minyak goreng curah di Pasar Pucang, Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/2). Foto: Didik Suhartono/ANTARA
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten