Kemendag Ungkap Masalah Utama Produk Halal RI Sulit Bersaing di Pasar Global

29 Oktober 2020 15:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi produk halal. Foto: Munady
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi produk halal. Foto: Munady
ADVERTISEMENT
Sebagai penduduk muslim terbesar dunia, produksi dan penjualan produk halal Indonesia belum optimal. Pasar ekspor produk halal belum terjamah secara luas meski sudah berhasil menjual ke negara-negara muslim (OKI) dan nonmuslim.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan, Olvy Andrianita, mengatakan ada sejumlah tantangan yang membuat produk halal belum berkembang optimal.
Salah satunya adalah kalah saing dengan negara penduduk nonmuslim yang mengembangkan produk serupa seperti Brasil, Afrika, dan Thailand.
Di sisi lain, Indonesia tercatat sebagai produsen produk halal nomor 10 dunia. Padahal secara konsumsi, menduduki urutan nomor 1 dunia.
"Kita harus ubah paradigma. Kita bisa ekspor produk halal ke negara muslim dan non muslim karena di negara non muslim banyak masyarakat muslim yang perlu produk halal, berkualitas, dan higienis," kata dia dalam acara Business Coaching Series yang diselenggarakan ISEF Indonesia secara virtual, Minggu (29/10).
Masih dalam data yang dipaparkan Olvy, Brasil menduduki peringkat pertama eksportir makanan ke negara OKI sebesar 10,51 persen, dan Thailand 8,15 persen.
ADVERTISEMENT
Disusul Turki 5,76 persen, India 5,5 persen, dan China 4,97 persen. Sedangkan Indonesia masih menduduki peringkat ke-20 yaitu hanya 1,86 persen.
Untuk ekspor kosmetik ke negara-negara OKI, Prancis menduduki peringkat pertama dengan pangsa pasar mencapai 17,38 persen lalu disusul Amerika Serikat 7,57 persen, Jerman 7,05 persen, Italia 5,5 persen, dan China 5,08 persen. Sedangkan Indonesia berada di urutan 23 yaitu 1,41 persen.
Untuk ekspor obat-obatan, Jerman menjadi negara paling banyak menduduki urutan pertama 13,8 persen, Prancis 11,58 persen, Swiss 9,4 persen, India 7,8 persen, dan AS 6,9 persen. Sedangkan Indonesia urutan 48, pangsa pasarnya hanya 0,12 persen.
Meski begitu, selama 2015-2019, tren ekspor makanan Indonesia ke negara OKI meningkat 5,51 persen, obat-obatan 4,76 persen, dan kosmetik 0.77 persen.
ADVERTISEMENT
Sedangkan ekspor Januari-Agustus 2020 untuk makanan dan obat-obatan meningkat 9,39 persen dan 8,35 persen. Sementara kosmetik turun 11,50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Di saat ini tantangannya juga lebih berat sebelum pandemi. Potensi industri sebelumnya mudah mendapatkan bahan baku impor, saat ini mengalami sedikit kesulitan sebab beberapa negara logistiknya terganggu. Di Indonesia, kita juga sulit dapatkan kapal untuk ekspor," ujar dia.
Tantangan berikutnya yang membuat produk halal Indonesia belum berkembang terutama di pasar luar negeri adalah masalah sertifikasi halal. Tidak semua pelaku usaha bisa mendapatkannya karena terganjal biaya dan tarif.
"Ini yang jadi parameter bahwa tantangan itu ada," kata Olvy.
Meski banyak tantangan yang menghambat perdagangan produk halal Indonesia, potensinya masih ada dan besar jika dikembangkan secara serius. Peluang itu bisa dilihat dari kebutuhan konsumsi produk halal dunia yang terus meningkat.
Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Tren ini membuat produk halal semakin variatif yang bisa diperoleh lewat berbagai perdagangan baik offline maupun online. Selain itu, Kemendag juga melakukan berbagai perjanjian perdagangan internasional agar hubungan baik dan timbal balik ke negara lain semakin erat.
ADVERTISEMENT
Adapun untuk strateginya, Olvy menjelaskan antara lain adalah fokus pada produk halal yang dibuat harus mengacu pada nilai tambah disertai dengan konten food safety dan kehalalannya.
"Misalnya, ketika ingin produksi produk halal, Kemendag dan pelaku bisnis ingin fokus pada pasar yang dibikin ke OKI dan non OKI. Yang negara non OKI seperti turis dan imigran butuh produk halal. Ini peluang yang harus diambil," ujarnya.
Selain itu, Kemendag, kata dia, punya program peningkatan daya saing. Salah satunya memperkuat desain untuk branding produk lebih kuat. Kemendag juga menyiasati agar tembus pasar global dengan membentuk good design Indonesia.
"Kita juga adakan trade expo. Jadi banyak jang yang dilakukan Kemendag," ujarnya.