Kemenhub Akui Periksa Kelaikan Sriwijaya Air, Beri Deadline 2 Oktober

30 September 2019 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maskapai Sriwijaya Air Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Maskapai Sriwijaya Air Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) buka suara soal potensi setop operasi maskapai penerbangan Sriwijaya Air. Manajemen Sriwijaya Air sendiri telah merekomendasikan untuk memberhentikan operasional penerbangan. Rekomendasi tersebut dibuat karena perusahaan tak memenuhi kelaikan udara untuk bisa terbang.
ADVERTISEMENT
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub, Avirianto, mengatakan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik.
"Nah kalau perusahaan (yang) jalan (merekomendasikan) lebih bagus dibanding kita memberhentikan. Kalau kita yang memberhentikan, berhenti paksa nanti," katanya kepada kumparan, Senin (30/9).
Menurutnya selama ini pihaknya telah melakukan analisa pengawasan mengenai kelaikan pengoperasian Sriwijaya Air. Avirianto memberikan waktu lima hari kepada perusahaan untuk memperbaiki kondisi operasional atau kelaikan terbang.
Kemenhub memberikan batasan waktu sejak 27 September hingga 2 Oktober 2019. Ia pun bilang hingga kini pihaknya terus mengawasai secara ketat Sriwijaya Air.
"Perkara sebelum tanggal 2 dia udah bagus. Nah itu perkara dia dari statement itu," jelasnya.
Sebelumnya dalam surat nomor Nomor: 096/DV/1NT/SJY/1X/2019 tertanggal 29 September 2019 yang salinannya diterima kumparan, Direktur Quality, Safety dan Security Sriwijaya Air, Toto Subandoro, menjelaskan, rekomendasi itu diputuskan usai Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang melakukan pengawasan terhadap keselamatan penerbangan Sriwijaya menemukan adanya ketidaksesuaian pada laporan yang disampaikan perusahaan 24 September 2019 pada DKPPU.
ADVERTISEMENT
Temuan tersebut adalah bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare dan jumlah qualified engineer yang ada di perusahaan ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan. Termasuk bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan Line Maintenance.
Hal ini berarti Risk Index masih berada dalam zona merah 4A (Tidak dapat diterima dalam situasi yang ada), yang dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
Dengan menimbang uraian tersebut di atas, serta keterbatasan Direktorat Teknik untuk meneruskan dan mempertahankan kelaikudaraan dengan baik, belum adanya laporan keuangan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, dan tata temuan ramp check yang dilakukan oleh Inspektorat DKPPU, maka pemerintah, sebut Toto, sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air setop operasi karena berbagai alasan yang telah tersebut di atas.
ADVERTISEMENT
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan setelah diskusi dengan Direktur Teknik dan Direktur Operasi sebagai pelaksana safety, maka kami merekomendasikan Sriwijaya Air menyatakan setop operasi atas inisiatif sendiri (perusahaan) atau melakukan pengurangan operasional disesuaikan dengan kemampuan untuk beberapa hari ke depan, karena alasan memprioritaskan safety. Hal ini akan menjadi nilai lebih bagi perusahaan yang benar-benar menempatkan safety sebagai prioritas utama," ujar Toto dalam surat tersebut dikutip Senin (30/9).
Ilustrasi Maskapai Garuda dan Sriwijaya Air. Foto: Shutter stock
Jika dalam beberapa hari kemudian Sriwijaya Air dengan persiapan yang lebih matang telah merasa siap kembali untuk beroperasi, maka manajemen cukup melaporkan kepada DKPPU untuk kemudian lebih mudah memperoleh izin terbang kembali. Sebaliknya, jika Sriwijaya Air dinyatakan setop operasi karena tidak comply terhadap standar dan regulasi yang berlaku, maka akan jauh lebih sulit untuk mendapatkan izin terbang kembali, dan menjadi preseden buruk di mata seluruh stakeholder dan masyarakat umumnya.
ADVERTISEMENT
Memang risiko belum tentu terjadi, namun Toto menjelaskan, perusahaan menganalisis dari indikasi yang terjadi dan proses yang ditemukan merupakan hazard berpotensi mengganggu keselamatan penerbangan dan mendatangkan sanksi terhadap perusahaan dan personel jika dianggap dengan sengaja melanggar atas pasal-pasal dari UU nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
"Demikian rekomendasi ini disampaikan sebagai kewajiban Director of Quality, Safety & Security, dan untuk keputusan selanjutnya kami serahkan kepada Plt President Director, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih," jelas dia.