Kemenhub Ancam Tutup Operasional Sriwijaya Air, Berikut Alasannya

30 September 2019 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maskapai Sriwijaya Air Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Maskapai Sriwijaya Air Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan mengancam akan menutup operasional maskapai penerbangan Sriwijaya Air, jika belum mendapat rekanan pemeliharaan dan pengadaan spare part pesawat atau Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO).
ADVERTISEMENT
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Kapten Avirianto mengatakan, tenggat waktu diberikan kepada Sriwijaya Air hingga 2 Oktober 2019.
"2 Oktober jam 00:00 WIB kita akan berikan satu pernyataan. Kalau enggak ada itu (mitra MRO) memang harus berhenti. Tapi kalau sudah berkontrak MRO ya (bisa tetap jalan). Kelaikan penghentian operasi di Dirjen Perhubungan Udara," ujar Avianto saat dihubungi kumparan, Senin (30/9).
Sebelumnya, Kemenhub telah memeriksa kelaikan terbang dan operasi maskapai Sriwijaya Air. Pemeriksaan dilakukan seiring laporan perusahaan karena adanya masalah pengendalian risiko dan potensi gangguan (Hazard Identification and Risk Assesment/HIRA).
Sebelumnya dalam surat nomor Nomor: 096/DV/1NT/SJY/1X/2019 tertanggal 29 September 2019 yang salinannya diterima kumparan, Direktur Quality, Safety dan Security Sriwijaya Air Toto Subandoro menjelaskan, rekomendasi itu diputuskan DKPPU Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, yang melakukan pengawasan terhadap keselamatan penerbangan Sriwijaya.
ADVERTISEMENT
Dalam pemeriksaan, ditemukan adanya ketidaksesuaian pada laporan yang disampaikan perusahaan 24 September 2019 pada DKPPU.
Berdasarkan temuannya, ketersediaan tools, equipment, minimum spare dan jumlah qualified engineer yang ada di perusahaan ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan.
Termasuk, bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan Line Maintenance.
Hal ini berarti Risk Index masih berada dalam zona merah 4A (Tidak dapat diterima dalam situasi yang ada), yang dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
Tidak adanya MRO diduga buntut konflik antara Sriwijaya Air Group dengan anak usaha Garuda Indonesia Group, PT Citilink Indonesia.
ADVERTISEMENT
Garuda Indonesia Group, melalui anak perusahaannya PT Citilink Indonesia, sebelumnya melakukan langkah strategis dengan mengambil alih pengelolaan operasional Sriwijaya Air dan NAM Air.
Langkah ini direalisasikan dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO) antara Citilink dengan PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air. KSO tersebut telah diteken pada 9 November 2018.
Salah satu tujuan KSO tersebut adalah membantu melunasi utang Sriwijaya Air ke beberapa perusahaan BUMN, termasuk anak usaha Garuda Indonesia.
Berdasarkan catatan, Sriwijaya memiliki utang ke PT Pertamina senilai Rp 942 miliar, PT GMF AeroAsia Tbk (GMFI) yang juga anak usaha Garuda senilai Rp 810 miliar.
Selain itu, Sriwijaya juga memiliki utang ke PT Bank Negara Indonesia Tbk sebanyak Rp 585 miliar, hingga PT Angkasa Pura II Rp 80 miliar, serta PT Angkasa Pura I sebesar Rp 50 miliar.
ADVERTISEMENT
Dua grup perusahaan tersebut akhirnya berkonflik setelah Pemegang saham perusahaan maskapai Sriwijaya Air merombak jajaran direksi perusahaan. Perombakan dilakukan melalui Surat Pemberitahuan nomor 001/Plt.DZ/EXT/SJ/IX/2019.
Dalam surat tersebut, Direktur Utama Sriwijaya Air Joseph Andriaan Saul, diberhentikan. Selain itu Direktur Human Capital & Layanan, Harkandri M Dahler dan Direktur Komersial Joseph Dajoe K Tendean, juga ikut diberhentikan oleh Dewan Komisaris Sriwijaya Air.
Dewan Komisaris selanjutnya menunjuk Anthony Raimond Tampubolon selaku Plt Direktur Utama, Plt Direktur Human Capital & Layanan, dan Plt Direktur Komersial.
Anthony Raimond kemudian memberikan kuasa kepada Robert D. Waloni selaku Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama dan Rifai selaku Pelaksana Tugas Harian Direktur Komersial Sriwijaya Air.
Konflik antara dua perusahaan maskapai penerbangan tersebut juga berlanjut ke meja hijau. Citilink menggugat Sriwijaya Air dan turut tergugat PT Nam Air ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berdasarkan data sistem informasi penelusuran perkara PN Jakarta Pusat, gugatan didaftarkan pada 25 September 2019.
Livery khusus Orangutan di armada Sriwijaya Air Boeing 737-800NG. Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Dalam petitum gugatannya, penggugat memohon pengadilan menyatakan tergugat melakukan wanprestasi terhadap pasal 3 butir 1 dari Perubahan dan Pernyataan Kembali Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat dan Turut Tergugat No. CITILINK/JKTSDQG/AMAND-I/6274/1118 tanggal 19 November 2018.
ADVERTISEMENT
Perjanjian tersebut sebagaimana diubah berdasarkan Amandemen-II Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Manajemen No. CITILINK/JKTDSQG/AMAND-II/6274/0219 tanggal 27 Februari 2019 dan Amandemen-III Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Manajemen No. CITILINK/JKTDSQG/AMAND-III/6274/0319 tanggal 4 Maret 2019.
Sidang perdana sengketa antara Citilink dan Swirijaya Air dijadwalkan akan digelar pada Kamis, 17 Oktober 2019.