Kemenkeu: Hutama Karya Bakal Terus Merugi, Capai Rp 6 T di 2026

22 September 2022 15:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PT Hutama Karya (HK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PT Hutama Karya (HK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut BUMN jasa konstruksi, PT Hutama Karya (Persero), masih akan terus merugi hingga 2026. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengatakan, kerugian Hutama Karya tersebut bisa makin bengkak mencapai Rp 6 triliun di 2026.
ADVERTISEMENT
"Keuangan Hutama Karya sampai 2026, masih diperkirakan di 2026 mengalami kerugian sebesar Rp 6 triliun," ujar Rio saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (22/9).
Adapun hingga akhir 2021, Hutama Karya menjadi salah satu BUMN yang mencatat kerugian, yakni Rp 2,4 triliun. Kerugian ini lebih besar dibandingkan 2020 yang rugi Rp 2 triliun.
Menurut Rio, salah satu penyebab kerugian Hutama Karya adalah mulai beroperasinya ruas Jalan Tol Trans Sumatera, sehingga bunga pinjaman sudah mulai dihitung. Sementara di satu sisi, ruas tol tersebut tidak menghasilkan pendapatan yang cukup signifikan.
"Di sisi lain sebagian ruas dari Jalan Tol Trans Sumatra tidak menghasilkan pendapatan sesuai dengan feasibility study di rencana awal," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Rio juga menyoroti peningkatan ekuitas dan liabilitas Hutama Karya. Hal ini karena penyertaan modal negara (PMN) dan penarikan porsi utang untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera.
Dari sisi rasio debt to EBITDA juga mengalami kenaikan hingga 14,49 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa Hutama Karya tak memiliki pendapatan yang cukup untuk membayar kewajibannya.
"Kalau kita lihat rasionya, maka debt to EBITDA perusahaan juga mengalami peningkatan hingga 14,49 kali, sehingga ini menunjukkan Hutama Karya berpotensi tidak memiliki cukup pendapatan untuk membayar kewajibannya," kata Rio.
Tak hanya itu, dari debt serivice coverage ratio (DSCR) dan interest coverage ratio (ICR) juga berjumlah kurang dari 1 pada dua tahun terakhir. Menurut Rio, hal ini menunjukkan ketidakmampuan Hutama Karya dalam membayar utang maupun bunga tanpa mencari sumber pendanaan lain.
ADVERTISEMENT
"Berkaitan dengan kondisi di atas, ekuitas akan tergerus maka Hutama Karya mengusulkan PMN operasional namun kemudian dapat disubstitusi dengan komitmen divestasi 3 ruas," tambahnya.