Kemenkeu Pastikan Rencana Pajak Karbon Tak Akan Tumpang Tindih dengan Pemda

30 Agustus 2021 15:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emisi Karbon Perkotaan Foto: Aly Song
zoom-in-whitePerbesar
Emisi Karbon Perkotaan Foto: Aly Song
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan memastikan rencana pajak karbon tidak akan tumpang tindih dengan aturan di pemerintahan daerah (pemda). Saat ini, aturan tersebut masih digodok di DPR dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan nantinya penagihan pajak karbon akan diintegrasikan dengan pungutan lainnya di daerah kepada pengusaha. Menurutnya, pemerintah berkomitmen tidak akan ada pungutan berganda jika pajak karbon diberlakukan.
"Pemerintah akan integrasikan pemetaan berbagai pungutan terkait emisi karbon termasuk pungutan PNBP, pajak daerah sehingga tidak tumpang tindih atau ada pungutan di luar ekosistem. Ini pentingnya mendesain pajak karbon yang efektif mencapai tujuan sekaligus tidak jadi beban pajak berganda," katanya Webinar Carbon Tax yang diadakan Tax Center Universitas Indonesia, Senin (30/8).
Sebelum pajak karbon, ide awal dari pengenaan biaya karbon ini berupa cukai karbon. Namun, aturannya akan lebih rumit. Yustinus menjelaskan, cukai karbon akan lebih jelas karena cukai adalah pungutan atas eksternalitas negatif dan bisa punya dasar hukum kuat.
ADVERTISEMENT
Tapi dalam skema besar perdagangan karbon (karbon trading), pengenaan cukai akan sulit diintegrasikan bila ada skema kredit, beda dengan pajak yang mengenal kredit pajak.
Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Kalau ide di RUU KUP bahwa PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) akan dihapus, maka serta merta kita kembalikan pajak atas eksternalitas berarti dikenai cukai dan sebaliknya pajak karbon tanpa ada risiko pajak berganda. Itu yang dapat dipikirkan secara luas," lanjutnya.
Rencana pengenaan pajak karbon direspons beragam, ada yang setuju dan menolaknya. Menurut Yustinus, rencana ini jangan hanya dilihat sebagai tambahan beban bagi pelaku usaha, tapi lebih luas yaitu mendorong ekonomi hijau berkelanjutan di Indonesia dan sesuai dengan UU Cipta Kerja.
Rencana pajak karbon ini juga masuk dalam tiga fokus Presiden Jokowi salah satunya ekonomi hijau. Karena itu, pemerintah akan memilih sektor mana saja yang akan dikenakan pajak karbon ini, salah satunya yang menyumbang karbon paling banyak dalam industri nasional.
ADVERTISEMENT
"Ada tanggapan apakah RUU KUP ini sejalan dengan UU Cipta Kerja? Ya harus sejalan karena pemerintah yang lahirkan UU Cipta Kerja. Jadi harus konvergen dengan RUU KUP. Sangat naif kalau ada penilaian pemerintah enggak konsisten," ujar Yustinus.
Dengan adanya pajak karbon, negara akan mendapatkan sumber pendapatan baru. Uang ini, menurutnya, akan digelontorkan lagi untuk meningkatkan kualitas lingkungan di tengah ancaman perubahan iklim.