Kemenkeu Siapkan Diri Hadapi Gugatan Judicial Review soal Pajak Hiburan

14 Maret 2024 19:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Airlangga Hartarto bersama dengan pengusaha RI dalam rapat pajak hiburan, Senin (22/1/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Airlangga Hartarto bersama dengan pengusaha RI dalam rapat pajak hiburan, Senin (22/1/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi gugatan uji materiil alias judicial review soal aturan pajak hiburan menjadi 40 persen hingga 75 persen. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Lydia Kurniawati, Christyana.
ADVERTISEMENT
Adapun, Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menganggap bahwa penetapan tarif pajak hiburan yang dimaksud pada Pasal 58 Ayat 2 sebesar 40-75 persen dilakukan tanpa menggunakan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya digunakan untuk mengambil keputusan dalam membuat UU yang menetapkan besaran tarif pajak.
"Kami sedang mempersiapkan tanggapan-tanggapannya untuk keterangan pemerintah," kata Lydia kepada awak media di Kompleks Parlemen, Kamis (14/3).
Lydia menjelaskan Presiden Jokowi sudah menunjuk empat kementerian untuk menghadapi gugatan MK. Keempat kementerian yang ditunjuk adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemenkum HAM dan Kemenparekraf.
"Jadi kami sedang mempersiapkan tanggapannya. Tapi sampai saat ini memang belum ada panggilan dari Mahkamah Konstitusi untuk pemerintah," ungkap Lydia.
ADVERTISEMENT
Lydia menegaskan hadirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), telah menggantikan undang-undang lama. Artinya, pemerintah mematok Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen untuk jasa hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa.
"Setiap pemungutan pajak itu harus berdasarkan UU. Dengan adanya UU baru bahwa UU lama itu sudah tidak bisa berlaku, jadi tidak bisa digunakan," tegasnya.