Kemenkeu soal DPR Desak Bereskan Masalah Lapindo: Sudah Diserahkan ke Kejagung

14 Oktober 2022 15:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban dalam Media Briefing DJKN, Jumat (24/6). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban dalam Media Briefing DJKN, Jumat (24/6). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DPR mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus Lapindo. Sebab, hingga saat ini belum ada titik terang terkait persoalan semburan lumpur yang terjadi sejak 29 Mei 2006.
ADVERTISEMENT
Lapindo merupakan salah satu bisnis milik keluarga Bakrie. Perusahaan Bakrie memiliki utang dana talangan penanggulangan kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo senilai lebih dari Rp 1,5 triliun yang telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019.
Merespons hal tersebut, Direktur Jenderal Keuangan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionald Silaban, menyebut pihaknya sudah melimpahkan kuasa terkait kasus Lapindo ke pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Jadi kita sudah menunjuk kuasa kita ke Kejaksaan Agung dan kita sudah menyampaikan pandangan kita ke Kejaksaan Agung," kata Rio dalam acara Bincang Bareng DJKN, Jumat (14/10).
Pada Jumat (22/4), DJKN juga menyebut proses kasus Lapindo sudah sampai ke kejaksaan agung. Itu artinya sudah hampir 6 bulan berlalu, namun belum ada kabar terbaru mengenai perkembangan kasus ini.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Rio menilai, apa yang disampaikan oleh DPR adalah sesuatu yang penting, karena berurusan dengan kepentingan rakyat.
"Jadi di satu pihak pemerintah harus memastikan bahwa hak rakyat itu bisa dipenuhi. Pada saat yang bersamaan pemerintah harus memastikan bahwa pihak bertanggung jawab harus bertanggung jawab," tegas Rio.
Adapun pada 18 Januari 2022, DJKN masih menunggu itikad baik dari Lapindo untuk membayar utang beserta bunganya. "Ada hasil BPK, saya lupa angkanya, yang pasti awalnya pemerintah waktu tahun 2014-2015 sekitar Rp 300 miliar, sudah jatuh tempo. Berikut bunga dan denda, harusnya sekarang sudah di atas Rp 1,5 triliun," terang Rio.
Rio mengungkapkan pihak Lapindo Brantas dan Minarak sempat menawarkan aset berupa tanah untuk membayar utang kepada pemerintah. Namun, pihak DJKN menolak karena harus mempertimbangkan nilai asetnya.
ADVERTISEMENT
"Kami di DJKN tidak serta merta begitu, betul ada perjanjian yang menyatakan kejaminan, tapi yang diutamakan pembayarannya. Manakala kemudian pihak yang bersangkutan tidak bisa bayar dan harus menyerahkan jaminan, kita lihat dulu jaminannya ada nilainya atau tidak," lanjutnya.
Penilaian terhadap nilai jaminan berupa aset tanah tersebut sudah dilakukan. Pada dasarnya, Rionald mengatakan pemerintah melalui DJKN Kemenkeu akan terus mengawasi kasus tunggakan utang oleh Lapindo dan Minarak ini, bersama institusi lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tanggul Lapindo sepanjang 200 meter ambles di titik 67 Gempol Sari, dengan kedalaman sekitar 5 meter akibat meluapnya lumpur. Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq

DPR Desak Pemerintah Harus Tuntaskan Kasus Lapindo!

Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, dalam Rapat Paripurna ke-7 tentang pengesahan APBN 2023 menyampaikan usulan DPR untuk pemerintah yakni segera menuntaskan kasus Lapindo.
“Kami akan menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, sebagai sikap akhir fraksi atas RUU APBN TA 2023 yang disampaikan di rapat kerja banggar,” kata Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah dalam Rapat Paripurna ke-7, Kamis (29/9).
ADVERTISEMENT
Said menjelaskan, Fraksi Nasdem meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan dan menuntaskan penagihan piutang negara atas dana talangan kasus lumpur Lapindo yang telah jatuh tempo dengan jalan mengambil alih jaminan berupa aset tanah yang menjadi dan masuk kolam, serta tanggul lumpur.
"Sehingga pemerintah wajib untuk memastikan tanah dan bangunan yang pernah ada di kolam lumpur tersebut yang belum diselesaikan ganti ruginya, segera diselesaikan agar memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi korban secara keseluruhan tanpa dikotomi dan diskriminasi," ungkap Said.
Tak hanya Nasdem, Fraksi PAN juga mendorong agar pemerintah melakukan penyelesaian ganti rugi terhadap kasus-kasus yang sudah bersifat final, seperti ganti rugi kasus Lapindo di Sidoarjo. "Pemerintah harus melakukan penyelesaian ganti rugi kasus Lapindo di Sidoarjo," tegasnya.
ADVERTISEMENT