Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Kemenkeu Tanggapi Rencana Kemendag Kenakan Pungutan Ekspor Kelapa Bulat
8 Mei 2025 15:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang ingin mengenakan pungutan ekspor untuk komoditas kelapa bulat.
ADVERTISEMENT
Rencana pengenaan pungutan ekspor tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah menekan harga kelapa bulat di pasaran, yang melejit hingga Rp 25.000-Rp 30.000 per butir. Padahal harga normal rata-rata Rp 8.000 per butir.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan akan mengecek usulan Kemendag tersebut. Hanya saja, dia enggan membeberkan apakah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sudah digodok atau belum.
"Iya nanti dicek (usulan pungutan ekspor kelapa bulat), kalau sudah dikirim nanti kita cek," kata Suahasil singkat kepada awak media, Kamis (8/5).
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan akan mulai membahas kebijakan pungutan ekspor kelapa bulat paling lambat pekan ini.
“Kami minggu ini atau besok rapat, jadi kami usulkan ada pungutan ekspor, pungutan ekspor (kelapa bulat) kita usulkan,” kata Budi dalam konferensi pers di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (8/5).
ADVERTISEMENT
Budi menyebut, kebijakan ini diharapkan dapat segera diputuskan pada rapat tersebut. Selain pungutan ekspor, Budi mengungkapkan bahwa Kemendag juga mengusulkan agar diberlakukan izin sementara alias moratorium untuk ekspor kelapa.
“Minggu ini rapat ya, dirapatkan. Mudah-mudahan langsung bisa diputuskan,” katanya.
Adapun berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan, selain kelapa sawit, pemerintah telah menambahkan kakao dan kelapa butir sebagai komoditas yang memiliki dana perkebunan.
Dalam hal ini dana dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan yang bertujuan untuk mendorong pengembangan perkebunan dalam negeri yang berkelanjutan. Untuk itu, pungutan dan iuran ekspor kelapa bulat perlu dikenakan.
Sebelumnya, pungutan ekspor kelapa bulat juga disarankan oleh Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI). Ketua Harian HIPKI, Rudy Handiwidjaja, mengatakan keran ekspor yang dibuka terlalu lebar tanpa ada pungutan membuat pengolahan kelapa bulat di Indonesia tidak memberikan nilai tambah yang besar bagi industri.
ADVERTISEMENT
Rudy pun menyarankan agar pemerintah memberlakukan pajak ekspor terhadap komoditas kelapa bulat, minimal 50 persen. Pungutan tersebut bisa dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
"Bisa nanti jadi digunakan lagi untuk kesejahteraan petani, dikembalikan lagi kepada instrumen perkebunan, misalnya pemilihan bibit, kemudian pemupukan," tuturnya.