Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Kemenperin Hitung Hilirisasi Mineral Butuh Investasi Rp 1.108 T Sampai 2029
19 Maret 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan pengembangan industri hilirisasi mineral, termasuk untuk mendukung ekosistem industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia butuh investasi USD 70,57 miliar atau setara Rp 1.108 triliun (kurs Rp 15.708) sampai 2029.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier, mengatakan industri kendaraan listrik membutuhkan banyak komponen komoditas seperti nikel, bauksit, dan tembaga
"Kami sudah melihat untuk target investasi ke depan ini juga sangat tinggi untuk masuk ke hilirisasi, kalau industri nikel ini kami punya hitungan sekitar USD 51,7 miliar sampai 2029," ungkap Taufiek saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Selasa (19/3).
Kebutuhan investasi tersebut, kata Taufiek, untuk pembangunan smelter nikel yang akan memproduksi MHP, nickel matte, nickle plate, dan produk turunan lanjutan seperti nickel sulfat dan cobalt sulfat.
Selanjutnya investasi untuk smelter bauksit yang bisa memproduksi alumina, ingot aluminium, dan aluminium estrusi dengan kebutuhan USD 270,3 juta, serta investasi smelter tembaga untuk produksi katoda tembaga, copper bar dan rods, serta copper wire sebesar USD 18,6 miliar.
ADVERTISEMENT
"Kemudian untuk industri bauksit hitungan kita ada USD 270,3 juta dan industri tembaga sekitar USD 18,6 miliar," ungkap Taufiek.
Dengan demikian, total estimasi investasi untuk pengembangan hilirisasi industri logam dasar untuk menunjang industri kendaraan listrik mencapai USD 70,57 miliar atau Rp 1.108 triliun sampai 2029.
Di sisi lain, Taufiek menyebutkan industri logam dasar sepanjang 2023 berhasil tumbuh 14,3 persen. Hal ini terutama didukung oleh hilirisasi nikel yang mendominasi jenis smelter yang tidak terintegrasi dengan tambang (stand alone) yang telah dibangun.
"Jumlah smelter sampai Maret 2024, smelter nikel yang beroperasi sudah 44, tembaga 2, alumina 3, aluminium 2, timah 3, sehingga totalnya 54 smelter," tutur Taufiek.
Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat jumlah smelter yang terintegrasi dengan tambang baru ada 5 yang telah terbangun per tahun 2023, di mana semuanya adalah smelter nikel.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, Indonesia ditargetkan memiliki total 16 smelter yang terintegrasi dengan tambang. Sebanyak 11 smelter yang masih dalam proses pembangunan ini terdiri dari 2 unit smelter nikel, 7 unit smelter bauksit, 1 unit smelter bijih besi, dan 1 unit smelter tembaga.
Seluruh 16 smelter tersebut memiliki total nilai investasi USD 11,66 miliar atau setara Rp 183,39 triliun.