Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Kemenperin Jelaskan soal Perbedaan Data Impor Tekstil Indonesia dan China
9 Juli 2024 19:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara soal adanya perbedaan data impor produk tekstil dari China, dengan data ekspor China yang dikirim ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reny Yanita, mengatakan hal ini dikarenakan banyak barang tekstil asal China yang masuk Indonesia melalui celah-celah ilegal.
Sehingga angka importasi ini tidak tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sementara China tetap melakukan pencatatan ekspor.
“Karena kalau di China kan, kalau industrinya ekspor dapat pengembalian pajak atau tax rebate 30 persen, akhirnya kan dia melaporkan semua. Kalau di kita ya karena lewatnya pintu mana tuh, dia gak tercatat bisa juga seperti itu penyebab data BPS nggak sinkron dengan data yang dari China,” kata Reny di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7).
Reny bilang, hal ini disebabkan oleh minimnya pengawasan di pelabuhan-pelabuhan ilegal di Tanah Air dan menciptakan celah masuknya produk-produk impor dari China. Akhirnya produk-produk tersebut termasuk kategori impor ilegal.
ADVERTISEMENT
Dia juga menyebut pengawasan berada di luar wewenang Kemenperin dan berada dalam tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
“Tapi karena uniknya kita daerah kepulauan, banyak pelabuhan, kalau bilangnya sih pelabuhan tikus, makanya itu bukan kewenangan (Kemenperin) Perindustrian, kalau pengawasan kan ada Bea Cukai,” tambah Reny.
“Kalau Kemenperin kan yang diukur jelas, tenaga kerja, PPh (pajak penghasilan) badan, PPn (pajak pertambahan nilai), sama tumbuhnya investasi untuk bahan bakunya dengan ekspornya. Tapi kalau yang penerimaan langsung yang bea masuk, dia yang seharusnya mengawasi,” tutup Reny.
Sebelumnya, Ketua Umum, Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengatakan adanya perbedaan data ekspor China dan impor dari negara tersebut yang masuk ke Tanah Air.
Hal itu berdasarkan perbedaan data ekspor impor Indonesia-China antara Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data dari International Trade Centre (ITC).
ADVERTISEMENT
"Data dari China sendiri impor tekstil berbeda sama yang diterima. Jadi ada potensi ilegal kalau enggak salah datanya selisihnya USD 1,4 miliar. Ini baru tadi pagi Hippindo dapat datanya. Jadi USD 1,4 miliar itu potensi ilegalnya," kata Budi di Sarinah Jakarta, Jumat (5/7).
Dari data tahun 2004 sampai 2023 yang dicatat Hippindo, ekspor China ke Indonesia yang tercatat di ITC nilainya lebih besar dibanding data impor asal China ke Indonesia yang tercatat di BPS.
Misalnya pada 2004 ekspor China ke Indonesia berdasarkan data ITC nilainya USD 46,4 juta, sementara impor yang diterima Indonesia dari sana berdasarkan BPS hanya USD 1,8 juta. Kemudian di tahun 2012 ekspor China berdasarkan ITC ada 1,08 miliar, sedangkan impor yang diterima Indonesia berdasarkan BPS hanya USD 80,9 juta.
ADVERTISEMENT
Kemudian di tahun 2020, ekspor China berdasarkan ITC ada USD 358,0 juta, sedangkan impor yang diterima Indonesia dari China berdasarkan BPS hanya USD 162,9 juta. Di tahun 2023 ekspor China berdasarkan ITC USD 269,5 juta, sedangkan impor yang diterima Indonesia berdasarkan BPS hanya USD 118,8 juta.