Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kemenperin Klaim Investasi Industri Padat Karya Naik dan Serap Tenaga Kerja
10 Januari 2023 15:57 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin ) mengeklaim tren investasi industri padat karya tahun lalu meningkat diikuti dengan penyerapan tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Industri padat karya terindentifikasi pada subsektor industri pakaian jadi, industri tekstil, industri pengolahan tembakau, industri furnitur, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri makanan, dan industri minuman.
"Dilihat dari tren nilai investasi, hampir sebagian besar industri padat karya mengalami kenaikan di tahun 2022. Situasi kenaikan ini tampak khususnya ketika dilihat mulai dari dua tahun sebelum pandemi (2018), kata Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kementerian Perindustrian, Binoni Tio A. Napitupulu, kepada kumparan, Senin (9/1).
Walau secara keseluruhan investasi meningkat, Kemenperin mencatat ada sedikit penurunan investasi terjadi pada industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki di tahun lalu kemarin.
Binoni tidak merinci berapa nilai investasi tersebut, namun dari data yang dia berikan, terlihat bagaimana investasi tersebut berimbas pada serapan tenaga kerja. Hampir semua sektor industri padat karya pada tiga tahun terakhir (2020-2022) menunjukkan kenaikan jumlah tenaga kerja, kecuali industri tekstil dan industri pengolahan tembakau.
ADVERTISEMENT
Secara kuantitas, industri dengan jumlah tenaga kerja terbesar adalah industri makanan, yakni 5,21 juta tenaga kerja per Agustus 2022. Dibandingkan 2021, angka ini naik 4,04 persen.
Kedua, adalah industri pakaian jadi dengan jumlah tenaga kerja per Agustus 2022 mencapai 2,70 juta, naik 7,24 persen dibandingkan 2021.
Industri dengan jumlah tenaga kerja terbesar ketiga adalah industri tekstil, yakni 1,10 juta tenaga kerja per Agustus 2022. Meski termasuk paling banyak, sektor ini justru yang mengalami kontraksi jumlah tenaga kerja sebesar 1,97 persen dibanding 2021.
Sektor lainnya yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja adalah industri pengolahan tembakau. Per Agustus 2022, terdapat 439.730 pekerja di sektor ini, jumlahnya terpangkas 14,45 persen dibanding 2021.
Sementara bila dilihat dari persentase jumlah serapan tenaga kerja dari tahun 2021 ke 2022, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki menjadi industri dengan lonjakan tenaga kerja terbesar, yakni 26,77 persen.
ADVERTISEMENT
"Dengan tercatat meningkatnya tren nilai investasi dari industri padat karya serta kinerja ekspor yang relatif stabil pada negara tradisional tujuan ekspor, jika dilihat dari jumlah tenaga kerja tentunya akan diikuti dengan jumlah tenaga kerja yang relatif terjaga pada sektor industri padat karya," pungkas Binoni.
Investasi Naik, Rasio Serapan Tenaga Kerja Turun
Data Kementerian Investasi/BKPM memperlihatkan ada peningkatan investasi yang signifikan dari tahun 2013 ke 2021, namun dengan rasio serapan tenaga kerja yang justru menyusut.
Pada 2013, jumlah investasi di Indonesia mencapai Rp 398,6 triliun, dengan jumlah tenaga kerja mencapai 1,82 juta orang dan rasio serapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi mencapai 4.591 pekerja.
Pada 2018, investasi di Indonesia naik menjadi Rp 721,3 triliun. Namun tenaga kerja yang terserap hanya 1,01 juta pekerja dengan rasio serapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi mencapai 1.409 orang.
ADVERTISEMENT
Peningkatan investasi terus berlanjut hingga 2021 dengan realisasi investasi mencapai Rp 901 triliun. Kenaikan itu tak diikuti kenaikan serapan tenaga kerja yang signifikan, yakni hanya 1,2 juta tenaga kerja, dan bahkan rasio serapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi turun jadi 1.341 orang.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan menyoroti, nilai investasi dari 2013 menuju ke tahun 2021 semakin didominasi oleh sektor tersier atau padat modal.
"Di tahun 2021, sektor tersier mencapai hampir 50 persen, sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja Indonesia di sektor tersier hanya sebesar 34 persen. Dapat diasumsikan bahwa sektor tersier memberikan kontribusi nilai investasi yang besar, dan penyerapan tenaga kerja Indonesia yang lebih kecil dibandingkan sektor sekunder," kata Ichwan kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Ichwan menjelaskan, kenaikan investasi tanpa dibarengi kenaikan penyerapan tenaga kerja ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah adanya peralihan sektor investasi menjadi ke investasi padat modal. Yang kedua, adanya penggunaan teknologi yang semakin maju sehingga memangkas kebutuhan penggunaan tenaga kerja. Dan faktor terakhir adalah adanya perluasan usaha.
Live Update