Kemenperin Nilai Industri Tekstil Lebih Baik dengan Permendag Lama

22 Juni 2024 19:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jubir Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif. Foto: Kemenperin
zoom-in-whitePerbesar
Jubir Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif. Foto: Kemenperin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sempat membaik ketika berlaku Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 36 tahun 2023, yang sekarang diganti dengan Permendag nomor 8/2024.
ADVERTISEMENT
Menurut Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebenarnya telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional. Sementara di aturan baru, yakni, Permendag nomor 8/2024, ketentuan pertek dihilangkan sebagai syarat impor, sehingga produk tekstil nasional terancam produk impor.
“Sejak pemberlakuan Permendag 36/2023, kinerja industri TPT tumbuh bagus. Jadi, jangan pernah berpersepsi bahwa industri TPT tidak bisa rebound atau dianggap sebagai sunset industry,” ujar Febri dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (22/6).
Febri mengadakan industri TPT merupakan sektor padat karya dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 3,98 juta tenaga atau memberikan kontribusi sebesar 19,47 persen terhadap total tenaga kerja di sektor manufaktur pada tahun 2023.
Kondisi pabrik tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Foto: Kementerian Koperasi dan UKM
Pada kuartal I tahun 2024, industri TPT berkontribusi sebesar 5,84 persen terhadap PDB sektor manufaktur serta memberikan andil terhadap ekspor nasional sebesar USD 11,6 miliar dengan surplus mencapai USD 3,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Sementara Menteri Perindustrian Agung Gumiwang Kartasasmita membandingkan, dampak dari pengendalian impor terlihat dari turunnya volume impor dibandingkan sebelum pemberlakuan Permendag 36/2023. Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton, turun menjadi 2,20 ribu ton pada bulan Maret 2024 dan 2,67 ribu ton di pada bulan April 2024.
"Impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024. Demikian juga jika membandingkan data impor secara year on year (YoY), terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024,” kata Agus.
ADVERTISEMENT
Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 tersebut juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah tumbuh positif sebesar 2,64 persen (YoY) di triwulan I 2024. Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan
Batik-batik dipajang saat Merayu Trenggalek Fashion Day 2022 di Museum Tekstil Jakarta, Sabtu (21/5). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi yang terus mengalami peningkatan. Khusus untuk industri tekstil, pada April dan Mei 2024 terjadi peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022. IKI merupakan indikator yang menunjukkan optimisme para pelaku industri terhadap kondisi bisnis dalam enam bulan ke depan.
Namun begitu, kondisi di lapangan saat ini dipandang Kemenperin telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.
ADVERTISEMENT

Merespons Airlangga

Febri juga merespons pernyataan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengatakan pemerintah tengah menyiapkan industri padat teknologi sebagai industri yang bisa siap serap banyak tenaga kerja di kala industri padat karya seperti tekstil mulai berguguran.
Febri menjelaskan Kemenperin telah konsisten melaksanakan berbagai kebijakan sesuai arah peta jalan atau roadmap pengembangan industri TPT yang di antaranya tertuang pada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Industri Nasional (KIN), dan Making Indonesia 4.0. Melalui peta jalan tersebut, industri TPT merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan untuk memacu perekonomian nasional.
Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Selasa (22/2/2022). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
“Jadi, roadmap tersebut juga bertujuan untuk mengembalikan kejayaan industri TPT nasional seperti pada masanya,” kata Febri.
Beberapa kebijakan strategis dalam peta jalan tersebut, telah dilaksanakan oleh Kemenperin, antara lain fasilitasi pengembangan lanjut pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil, hingga meningkatkan kemampuan, kualitas dan efisiensi industri TPT termasuk industri kecil dan industri menengah melalui pelatihan desain dan teknologi proses termasuk untuk mewujudkan industri hijau.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada dalam roadmap Kemenperin (RIPIN, KIN dan Making Indonesia 4.0) yang menyebutkan bahwa industri TPT diarahkan menuju sunset industry. Malah sebaliknya, industri TPT didorong untuk menjadi industri yang kuat dan berdaya saing dengan penerapan teknologi 4.0,” imbuh Febri.
Febri menyebut Industri TPT serta industri elektronika dan industri pembuatan micro chip merupakan industri yang juga harus terus dikembangkan secara bersama untuk mendukung industri manufaktur nasional. Ketiga industri tersebut memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia terutama industri TPT yang mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi.
"Jangan sampai industri TPT disubstitusi dengan industri elektronik dan industri pembuatan micro chip karena industri tersebut sama-sama penting. Jadi, salah satu jangan ada yang dikorbankan,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Airlangga mengatakan pemerintah sudah memiliki peta jalan membangun industri di dalam negeri, mulai dari padat karya seperti tekstil, hingga elektronik dan sektor manufaktur lainnya. Dia juga menyadari industri padat karya seperti tekstil di Indonesia juga mulai berguguran.
"Pembuatan chip dan lain-lain itu juga bisa menjadi padat karya, tapi padat karya yang padat knowledge. Yang mikroelektronik dan micro chip, dan itu hanya merekrut sarjana," kata Airlangga di kantornya, Kamis (20/6).