Kemenperin Pertimbangkan Beri Tambahan Insentif Mobil Hybrid, Ini Alasannya

9 Agustus 2023 8:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Produksi battery pack untuk Yaris Cross Hybrid dan Kijang Innova Zenix di Karawang Plant 2 Foto: Gesit Prayogi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Produksi battery pack untuk Yaris Cross Hybrid dan Kijang Innova Zenix di Karawang Plant 2 Foto: Gesit Prayogi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengaku tengah mempertimbangkan untuk memberi tambahan insentif bagi mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV) karena mampu mengurangi emisi karbon hingga 49 persen berdasarkan perhitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier mengatakan, dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dikeluarkan HEV, di mana semakin rendah emisi, maka mobil hybrid layak diberikan insentif, kendati bentuknya belum dirumuskan.
“Sebetulnya kami sudah inisiasi, analisis ke depan sampai 2060 itu adalah carbon reduction artinya yang diukur adalah sampai berapa besar industri atau manufaktur menghasilkan suatu produk yang mampu menurunkan emisi karbon,” katanya seperti dikutip dari Antara, Rabu (9/8).
Taufiek menyebut jika jenis kendaraan tertentu mampu menurunkan emisi karbon dari ambang batas yang ditentukan, maka kendaraan tersebut harus mendapatkan reward atau insentif.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier meresmikan Toyota xEV Center di Karawang, Kamis (19/5/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Hal itu serupa dengan yang diterapkan di Eropa di mana ambang batas pengurangan emisi yaitu 95 gram per km. Adapun di Indonesia saat ini, menurut Taufiek, sudah ada model HEV dengan pengurangan emisi mencapai 75 gram per km.
ADVERTISEMENT
Taufiek mengatakan untuk bisa menerapkan pemberian insentif bagi mobil hybrid, pemerintah perlu melakukan semacam survei untuk mendata setiap produk untuk kemudian menentukan ambang batas rata-rata yang bisa digunakan sebagai acuan penurunan emisi.
“Kami tidak tahu persis perusahaan A, B, C, D, produknya maka kita perlu sensus setiap produk perusahaan A, B, C, D, dia punya produk apa dan average threshold yang bisa kita gunakan untuk nasional itu seperti apa dan kita benchmark dengan negara lain,” katanya.
Menurut Taufiek, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah, baik mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) mobil hybrid (HEV) atau pun Plug In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) sudah mendapatkan insentif.
ADVERTISEMENT

Respons Gaikindo

Test drive Suzuki XL7 mild hybrid di Yogyakarta. Foto: dok. SIS
Senada, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyebut, pengembangan EV memang digadang-gadang sebagai salah satu upaya untuk menuju net zero emission.
“Namun, menuju net zero emission tidak semata hanya menggunakan EV. Untuk EV pun ada tahapan, pilihan yang disediakan mulai dari HEV, PHEV hingga BEV dan alternatif lain seperti fuel cell electric vehicle,” katanya.
Pada 2021, Gaikindo mencatat penjualan BEV dan HEV tidak begitu signifikan karena pola adopsi masyarakat terhadap elektrifikasi kendaraan yang masih rendah. Adapun pada 2022, penjualan kendaraan elektrifikasi melonjak mencapai 10 ribu unit dan diperkirakan akan terus meningkat.
Namun, kata Kukuh, masyarakat Indonesia sangat sensitif terhadap harga sehingga selama harga masih terjangkau, konsumen akan membeli. Hal itu akan sangat memengaruhi produktivitas industri.
ADVERTISEMENT
Kendati tumbuh signifikan, perkembangan EV, kata dia harus dibarengi dengan penyediaan pilihan-pilihan bagi masyarakat lantaran tujuan utama yang disasar adalah penurunan emisi.
Kukuh menyebut selama ini Indonesia sudah mengenal etanol, biofuel, dan biosolar.
“Menuju net zero emission atau dekarbonisasi tidak semata bergantung pada EV tapi di Indonesia kita ada beberapa pilihan yang lain,” kata Kukuh.