Kemenperin Respons Keluhan Pengusaha Tekstil soal Aturan Impor Baru

15 Juni 2024 8:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara terkait keluhan para pengusaha atau pelaku industri tekstil yang saat ini menghadapi gempuran produk impor, setelah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8 Tahun 2024 terbit.
ADVERTISEMENT
Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengatakan, industri tekstil sebenarnya mulai pulih dari pandemi. Namun saat ini harus kembali menghadapi tekanan karena aturan yang berubah.
"Memang uniknya tekstil, semangatnya pasar tekstil dan alas kaki di bawah Rp 100.000 bisa diisi industri dalam negeri. Tapi ketika lagi semangat-semangatnya, aturan berubah lagi," kata Reni saat berbincang dengan media di Beijing, China, Sabtu (15/6).
Namun demikian, Reni tetap optimistis dengan adanya Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia bisa kembali mengembalikan kondisi. "Kita tetap optimistis gerakan tersebut bisa kembalikan pasar lokal, minimal diisi oleh produk dalam negeri," pungkasnya.
Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Indonesia Solihin Sofian menilai, aturan impor sebelumnya yakni Permendag 36/2023 sudah sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Ia pun menyayangkan aturan yang menguatkan industri dalam negeri tersebut digantikan oleh Permendag 8/2024 yang dinilai lebih ramah pada importir.
“Pembatasan impor yang diatur pada Permendag 36/2023 yang dihapuskan itu dilakukan atas kemampuan kapasitas produksi nasional dan konsumsi nasional. Dalam aturan tersebut tidak dilakukan pembatasan pada impor bahan baku, bahan setengah jadi dan produk premium atau high tech yang belum bisa atau belum diproduksi di Indonesia,” ujar Solihin dalam keterangannya, Sabtu (15/6).
Ia menjelaskan, ada tiga dampak negatif dari Permendag 8/2023 dan tak adanya pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian dalam kegiatan impor.
Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita. Foto: Kemenperin
Pertama, tidak ada lagi perlindungan terhadap investasi dalam negeri ,terutama pada produk lokal brand nasional. Kedua, akan terjadi penurunan kapasitas produksi nasional, karena pasar diisi oleh produk impor. Ketiga, akibat penurunan kapasitas produksi nasional maka dikhawatirkan akan diikuti pengurangan lapangan kerja baik sektor formal maupun informal.
ADVERTISEMENT
Ia pun menyinggung ribuan kontainer yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, namun kemudian dilepaskan. "Coba bayangkan, dari 27,000 kontainer yang dilepaskan itu, ada berapa persen yang merupakan produk jadi kosmetika? Dan ada berapa persen produk jadi sektor lain?”
Solihin mengatakan, kondisi relaksasi impor saat ini juga ibaratnya memberi beban lebih besar pada sektor industri kosmetika. Sebab menurutnya, dengan aturan yang cukup ketat saja gempuran produk impor sangat masif, baik melalui jalur legal maupun jalur ilegal.
“Kami sangat khawatir karena produk-produk impor bisa masuk baik dengan status legal maupun ilegal. Bila itu ilegal, maka jelas akan terjadi kerugian negara yang sangat besar dari sisi pendapatan negara, dan perlindungan terhadap konsumen menjadi rentan," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman juga menyatakan kekecewaannya. Ia khawatir, dengan mudahnya barang impor tekstil masuk RI akan menambah tekanan pada industri tekstil.
"Dari situ sebenarnya para menteri termasuk Mendag sudah paham kondisi IKM (industri kecil menengah) garmen banyak yang tutup dan merumahkan karyawan gara-gara impor," tuturnya.