Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Kemenperin Siapkan Green Loan Agar Industri Beralih ke Energi Hijau
16 Februari 2025 16:01 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian (Kemenperin ) tengah menyiapkan insentif berupa pinjaman untuk lingkungan hijau atau green loan bagi industri agar bisa beralih ke energi bersih. Kepala Pusat Industri Hijau BSKJI Kemenperin, Apit Pria Nugraha, mengatakan hal ini dilakukan untuk mendukung langkah netralitas karbon .
ADVERTISEMENT
Nantinya, green loan akan diterbitkan dengan bunga yang lebih rendah dari pasaran. Sehingga industri bisa menyerap green loan tersebut untuk menjalankan bisnis hijau.
"Uangnya kita cariin pakai green loan. Yang menarik konsep green loan itu harus balikin, namanya juga pinjam gitu ya," kata Apit dalam acara Toyota Beyond Zero: Mobilitas untuk Netralitas Karbon di Gambir Expo, JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (15/2).
Dia mencontohkan, ketika perusahaan ingin memasang solar panel untuk fasilitas produksi, biaya implementasi dan teknologi data karbon dapat menggunakan green loan.
"Kalau pasang solar panel, biaya energi produksinya turun. Misalnya efisiennya 30 persen, tadinya belanja energi Rp 100 miliar setahun, karena pasang solar panel jadi Rp 70 miliar. Sisa Rp 30 miliarnya itu yang dipakai untuk balikin uangnya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Artinya dari sisi perusahaan tidak nambah uang, tetap aja belanjanya Rp 100 miliar, tapi mungkin sampai 5 tahun ke depan maksimal gitu. Setelah itu baru menikmati cost efficiency-nya," lanjut Apit.
Dia juga menjelaskan, pinjaman yang diberikan ke pelaku usaha bukan berasal dari APBN, melainkan dari lembaga keuangan internasional seperti World Bank hingga International Monetary Fund (IMF). Saat ini, sudah ada pengajuan dana untuk membiayai peralihan energi.
"Kita sedang menyiapkan mekanismenya. Duitnya mah ada nih yang nawarin. Berbagai lembaga donor, multilateral development bank, seperti World Bank, ADB segala macem itu banyak yang menawarkan. Menyediakan fasilitas pembiayaan hijau. Masalahnya mereka itu tidak serta-merta bisa digunakan oleh sektor industri," kata dia.
Dari sisi industri otomotif , Toyota Indonesia mulai melakukan langkah dekarbonisasi untuk mendukung energi hijau. Hal ini sejalan dengan target pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
ADVERTISEMENT
Toyota sendiri telah merespons target ini dengan membuat sasaran menuju netralitas karbon pada 2050, di seluruh lini bisnis.
"Tentunya dari produk-produk kami. Kita tidak hanya mau ngomong listrik saja, tapi kita Multi Pathway. Kita mobil ICE-nya yang kita efisienkan. Kemudian kita punya mobil hybrid, ada lagi plug-in hybrid, ada lagi mobil fuel cell, salah satunya Toyota Mirai," ungkap Manufacturing and Production Engineering Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Arif Mustofa.
Selain produk, rantai pasok Toyota Indonesia yang melibatkan lebih dari 200 supplier juga mulai secara perlahan menerapkan pengurangan karbon.
Selanjutnya, proses manufacturing Toyota juga sudah menerapkan konsep green manufacturing. Pada tahun 2015, Toyota Global membuat Toyota Environmental Challenge yang berisi komitmen terhadap zero carbon emission dengan memproduksi green product, green supply chains, operation dan green factory.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Toyota juga menciptakan net positive environmental impact dengan optimalisasi penggunaan air, pengurangan limbah dan sustainable business yang selaras dengan alam.
"Secara operasional manufacturing, kami sudah bergabung dalam green industry dari tahun 2019 dan Alhamdulillah di tahun 2021 kami telah mencapai green industry level 5. Jadi katanya level 5 itu level tertinggi. Tapi kita tidak berhenti di situ, saat ini kami terus melanjutkan milestone kami menuju carbon neutral manufaktur dengan menerapkan pabrik yang rendah emisi," jelas Arif.