Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini tengah berupaya untuk mendorong peningkatan utilitas atau pemanfaatan pelumas (oli) Standar Nasional Indonesia (SNI). Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin ), saat ini baru sekitar 40 persen utilitas pelumas dalam SNI di tahun 2018.
ADVERTISEMENT
"Utilitas (sekitar) 42 persen. Jadi sekitar 850 ribu kiloliter (Kl). Dari kaca mata bisnis pemerintah (menginginkan) memperkuat industri pelumas (menjadi) tuan rumah sendiri," ujar Direktur Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kemenperin Taufiek Bawazier di Hotel Bidakara saat paparan Implementasi Peraturan SNI Wajib Pelumas Bagi Perlindungan Konsumen, Rabu (27/3).
Oleh karena itu, saat ini Taufiek menegaskan, akan menerapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 Tentang SNI Otomotif secara lebih komprehensif pada tahun ini. Peraturan ini rencananya akan diimplementasikan pada September 2019 kepada perodusen pelumas untuk mengikuti SNI.
Dengan upaya tersebut, Taufiek berharap, utilisasi penggunaan pelumas SNI meningkat. Adapun potensi kenaikan dengan adanya peraturan tersebut mencapai 60 persen.
"Berharap meningkat 60 persen dari 42 persen utilitas. Ekspor pun meningkat. Karena di dalam SNI ini sudah menyangkut berkualitas secara internasional artinya sudah bisa bersaing di negara-negara global. Karena standar kita mengikuti internasional standar," katanya.
ADVERTISEMENT
Taufiek melanjutkan, salah satu penyebab dari minimnya utilisasi pelumas dalam negeri yaitu minimnya kesadaran masyarakat dalam memilih produk pelumas SNI. Padahal saat ini, kapasitas produksi pelumas SNI mencapai 2,4 juta Kl. Sementara, berdasarkan data Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo), kebutuhan pelumas SNI pada tahun 2018 sekitar 950 ribu Kl dan terdapat 300 perusahaan.
Di sisi lain, banyaknya produk pelumas impor turut memberikan dampak negatif bagi perkembangan industri pelumas dalam negeri, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang telah tersertifikasi SNI.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Aspelindo Andria Nusa menambahkan, aturan tersebut memang perlu diterapkan. Selain dari sisi jaminan kualitas pelumas, adanya aturan tersebut dapat menjadi salah satu upaya pembatasan impor pelumas.
Sebab, berdasarkan catatannya, pada tahun lalu impor pelumas RI mencapai USD 281 juta atau meningkat sekitar 11 persen dibandingkan periode sebelumnya USD 252,7 juta.
ADVERTISEMENT
"Persaingan pelumas di Indonesia sangat berat. Mengantisipasi, hal-hal ini perlu dilakukan. Kualitas atau teknikal barrier setiap negara," katanya.