Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Faktanya saat ini panen terjadi dimana-mana, seperti di Tanah Karo, Simalungun, Lampung Timur, Gorontalo, Tanah Laut, Pandeglang, Grobogan, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Sragen, Wonogiri, Boyolali, Bone, Jeneponto, Bolaang Mongondo, dan Minahasa Selatan. Harga mulai turun dari Rp 5.200 - Rp 5.400 per kilogram menjadi Rp 4.300 – Rp 4.700 per kilogram dengan kadar air 15-17 persen,” ungkap Kepala Sub Direktorat Jagung dan Serealia Andi Saleh dalam keterangan tertulis, Jumat (15/2).
Andi Saleh meminta Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian untuk turun ke wilayah sentra produksi sehingga bisa melihat kondisi riil di lapangan. Andi menyebutkan ada ketimpangan distribusi antara wilayah sentra dan nonsentra.
“Produksi jagung ada di seluruh Indonesia sementara konsumen jagung terbesar ada di Jawa, terutama di Jawa Timur. Perbaikan infrasturktur logistik yang sifatnya lintas sektoral itu bisa dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian,” tegas Andi.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan terpisah, Direktur Serealia Bambang Sugiharto meminta semua elemen pemerintah untuk mewujudkan cita-cita pemerintahan Jokowi –Jusuf Kalla untuk mewujudkan swasembada pangan.
“Pernyataan yang mendukung impor jagung tentunya tidak sesuai dengan Nawacita pemerintahan Jokowi – JK. Kita bisa berkaca pada impor beras sudah dilakukan tahun 2018. Buktinya harga beras tahun 2019 tetap naik dan beras impor menumpuk di gudang impor. Apakah tidak jera dengan fakta ini dan fenomena kedelai sehingga akan diberlakukan untuk jagung?” ujar Bambang.
"Kementan selalu berkomitmen untuk selalu menjembatani kebutuhan petani maupun peternak. Tapi kalau berteriak untuk selalu menuntut fasilitas dari pemerintah , apalagi dengan menbonceng situasi politik jelang pemilu, ini perilaku tidak terpuji,” tutup Bambang.
ADVERTISEMENT