Kementerian ATR/BPN Tangani 48.000 Kasus Mafia Tanah di 2024

14 November 2024 13:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa dari Bakornas LKBHMI PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa (25/10/2022). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Massa dari Bakornas LKBHMI PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa (25/10/2022). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat telah menangani 48.000 kasus mafia tanah dari Januari hingga pertengahan November 2024.
ADVERTISEMENT
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengatakan dari 48.000 kasus tersebut, telah berhasil diselesaikan sekitar 79 persen. Penyelesaian masalah pertanahan tersebut melalui proses pengadilan dan mediasi.
"Jumlah kasusnya 48.000 yang bisa diselesaikan itu sekitar 79," kata Nusron dalam acara rapat koordinasi dan penyelesaian tindak pidana pertanahan di Jakarta, Kamis (14/11).
Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait menemui Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, Selasa (5/11/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Nusron mengaku belum mengetahui angka pasti nilai dari masalah pertanahan tersebut. Ia hanya bilang, ada nilai tanah yang tinggi dan ada yang nilai tanahnya rendah. Begitu juga dengan berapa luasan tanah yang berhasil diselamatkan, Nusron belum mengetahuinya.
Belum lama ini, ATR/BPN menyelesaikan kasus mafia tanah yang terjadi di Kota dan Kabupaten Bandung, khususnya Dago Elos dengan nilai kerugian mencapai Rp 3,65 triliun.
ADVERTISEMENT
Dalam penanganan tindak pidana kejahatan pertanahan, hingga Oktober 2024 ini, dari 98 Target Operasi (TO), yang sudah masuk dalam tahap penetapan tersangka P19 dan P21, sebanyak 85 TO. Khusus yang masuk tahap P21, artinya berkas perkara telah lengkap, ada 55 TO dengan jumlah tersangka 165 orang meliputi luas objek tanah seluas lebih dari 488 hektare dan potensi nilai kerugian sebesar Rp 41,64 triliun.