Kementerian ESDM Akui Implementasi B40 Terganjal Efisiensi Anggaran

18 Februari 2025 17:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyampaikan sambutan pada acara kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/9/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyampaikan sambutan pada acara kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/9/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Efisiensi anggaran menjadi salah satu kendala implementasi program mandatori B40 yang seharusnya dimulai 1 Januari 2025. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan program B40 menemui berbagai kendala dan keterbatasan anggaran.
ADVERTISEMENT
Eniya mengungkapkan anggaran Kementerian ESDM di 2025 dipangkas 42 persen atau mencapai Rp 1,66 triliun. Hal itu, kata Eniya, berdampak pada anggaran pengawasan B40. Kementerian ESDM saat ini tengah bernegosiasi dengan BPDPKS untuk turut mendukung pendanaan pengawasan.
"Saat ini memang karena ada efisiensi anggaran, pengawasan saat ini kita sudah upayakan negosiasi untuk dilakukan pendanaan juga tambahan dari BPDP untuk bisa melakukan pengawasan bersama implementasi dari program B40," ujar Eniya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR, Selasa (18/2).
Program mandatori B40 kini berjalan dengan skema baru, yakni insentif biodiesel yang dialokasikan dari BPDPKS hanya untuk kurang lebih setengah dari alokasi yang ditetapkan tahun ini. Sehingga tercipta istilah B40 bersubsidi atau Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO.
ADVERTISEMENT
Eniya menilai keputusan itu imbas keterbatasan dana insentif dari BPDPKS. Hal ini kemudian berdampak pada terjadinya persaingan di lapangan karena perbedaan ongkos angkut antara biodiesel PSO dan non-PSO.
Pelepasan uji jalan B40 di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
"Saat ini memang ada persaingan sedikit karena ongkos angkutnya berbeda-beda, dan pada saat ini ada penyaluran biodiesel untuk PSO, kalau yang PSO dapat insentif, kalau yang non-PSO tidak. Jadi kadang-kadang ada sedikit perbedaan distribusi, dan ini kita lakukan pengawasan," ungkap Eniya.
Dengan begitu, menurutnya, pengawasan B40 perlu ditambah untuk memastikan kualitas dan spesifikasi B40 bisa tetap terjaga dari titik produksi menuju titik serah atau lokasi pencampuran biodiesel.
Kendala selanjutnya yakni keterbatasan kemampuan produksi. Pemerintah sudah menghitung bahwa pabrik di 28 Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) sudah hampir penuh, dengan capacity factor 80 persen, untuk memenuhi B40.
ADVERTISEMENT
Kemudian, keterlambatan moda transportasi pengangkut BBN. Eniya mencontohkan keterlambatan kapal laut atau keterbatasan dermaga (jetty) dan lokasi penyimpanan yang harus bertambah 5 persen dari sebelumnya B35.
Eniya menyebut imbas dari segala kendala dan keterbatasan tersebut, Kementerian ESDM kemudian memberikan kelonggaran agar B40 baru terimplementasi secara penuh di 28 Februari 2025.
"Kita memang sedang menganalisa lagi karena ada keputusan pemerintah untuk kita membuat review program B40 ini sepanjang 3 bulan. Jadi nanti Maret kita akan melihat bagaimana progres dari B40 ini," tutur Eniya.