Kementerian ESDM: Kebijakan HGBT Masih Dievaluasi, Pasokan Gas Kurang

29 Mei 2024 16:58 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pipa gas PGN. Foto: Dok. PGN
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pipa gas PGN. Foto: Dok. PGN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan kelanjutan kebijakan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di tahun 2025 masih dievaluasi, salah satunya mempertimbangkan penurunan pasokan gas bumi melalui pipa.
ADVERTISEMENT
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan berdasarkan regulasi yang berlaku, kebijakan HGBT bukan berakhir di tahun 2024, melainkan harus dievaluasi.
Tidak hanya Kementerian ESDM, lanjut dia, evaluasi HGBT juga melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dadan mengakui, ada laporan yang memperlihatkan efektivitas terhadap industri hilir penerima kebijakan HGBT.
Kebijakan ini sudah berlangsung sejak 2020 dengan memberikan harga gas murah di bawah harga pasar, yaitu USD 6 per MMBTU, kepada industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet.
Berdasarkan catatan Kemenperin, dari tujuh sektor industri yang dapat HGBT yakni ada peningkatan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp 84,98 triliun dengan nilai ekspor terbesar oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 triliun.
ADVERTISEMENT
"Namun angka-angka lainnya tidak ada, beberapa yang tidak sejalan dari sisi angka, misalkan kalau untuk realisasi dari investasi ini kami masih dalami hal tersebut untuk dilakukan evaluasi segera," ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Rabu (29/5).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (6/10/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Selain terkait sisi investasi, Dadan menyebutkan evaluasi HGBT juga mempertimbangkan pasokan gas pipa yang disalurkan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dari hulu kepada industri sedikit terganggu, alias seret.
"Gas yang disalurkan melalui pipa PGN itu sedikit banyak mengalami kekurangan karena memang dari hulunya berkurang dan ini sudah masuk dalam kontrak," jelasnya.
"Manajemen risikonya sudah masuk ketika terjadi kekurangan produksi, bagaimana cara membaginya itu sudah ada, tapi memang betul yang disampaikan tadi bahwa suplai gasnya terjadi penurunan," imbuh Dadan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan HGBT masih menuai pro dan kontra. Pasalnya, kebijakan ini membuat penerimaan negara terpangkas, sementara volume gas yang dialokasikan untuk penerima HGBT juga tidak terserap maksimal.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan perkiraan penerimaan negara di hulu migas yang turun akibat kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) mencapai USD 1 miliar di tahun 2023.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mengatakan penerimaan negara dari hulu migas otomatis berkurang untuk mengisi selisih antara HGBT sebesar USD 6 per MMBTU dan harga pasar.
Hal ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 121 Tahun 2020, penerimaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak boleh berkurang alias kept-whole untuk memasok gas murah kepada industri. Jika harga gas di hulu diturunkan, maka penerimaan negara yang harus dikurangi.
ADVERTISEMENT
"Nilainya saat ini sedang kita coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di tahun 2023 ini bisa mencapai lebih dari USD 1 miliar, pada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara," ungkapnya saat webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit, Rabu (28/2).
Kurnia mengatakan, angka tersebut masih sementara karena harus direkonsiliasi lebih lanjut. Namun, dia berharap berkurangnya penerimaan negara ini bisa dikompensasi dengan peningkatan kinerja industri penerima HGBT.
Kesepakatan kept-whole tersebut, kata Kurnia, juga menjadi salah satu faktor penyerapan gas yang dialokasikan untuk penerima HGBT tidak maksimal. Dia mencatat realisasinya di tahun 2023 kurang lebih 95-96 persen.
Kurnia mengatakan, penyerapan gas terkendala faktor ketidakcukupan penerimaan negara untuk kept-whole bagian KKKS. Sebab, kebijakan HGBT berjalan sejak tahun 2020 ketika sudah terjadi Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara KKKS dan pembeli gas.
ADVERTISEMENT
Ketika tidak bisa kept-whole, lanjut dia, maka penyerapan volume gas harus kembali ke harga PJBG yang sudah disepakati di awal. Jika tidak mampu menyerap, maka volume gas akan dibatasi sesuai ketersediaan penerimaan negara untuk kept-whole.