Kementerian PUPR Akui Sektor Properti Paling Banyak Dikomplain Konsumen

30 April 2021 16:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kementerian PUPR mengungkapkan sektor perumahan menjadi sektor yang paling banyak dikomplain oleh konsumen dalam kurun waktu empat tahun terakhir atau sejak 2017. Berdasarkan data BPKN, sejak 2017 hingga 22 April 2021 terdapat total 5.991 aduan masyarakat. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.657 di antaranya komplain soal perumahan.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari data tersebut, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Haryo Bekti Martoyoedo pun mengatakan pihaknya mengajak semua stakeholder untuk memperbaiki seluruh segmen pelayanan yang bersinggungan dengan sektor perumahan.
“Perumahan memang tinggi. Ini jadi perhatian kita semua bagaimana kita mengurangi komplain-komplain ini. Dan komplain saya dapatkan banyak hal. Dari pra pembangunan, pembangunan dan pasca pembangunan,” ujar Haryo dalam Webinar BPKN RI Cara Aman Beli Rumah atau Apartemen, Jumat (30/4).
Haryo mengakui hal tersebut merupakan tamparan keras bagi semua stakeholder di sektor properti. Sebab, jumlah aduan tersebut merupakan yang tertinggi dari sektor-sektor yang lain. Bahkan sektor perumahan kalah jauh dibandingkan dengan sektor otomotif yang mendapatkan 63 aduan dalam kurun waktu yang sama.
ADVERTISEMENT
“Otomotif sedikit ya padahal industri itu cukup banyak jumlahnya belasan juta tapi sedikit yang melakukan komplain,” ujarnya.
Rumah murah di Cikarang, Bekasi Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Haryo merinci ada beberapa macam aduan yang masuk untuk sektor properti. Pada fase pra pembangunan, misalnya aduan yang sering disampaikan masyarakat yaitu terkait legalitas. Contohnya izin lahan atau dokumentasi belum ada namun developer sudah menjual. Kemudian IMB belum ada namun developer sudah melakukan pembangunan.
“Sertifikasi lahan masih dalam proses pengurusan, sertifikasi dijaminkan kepada pihak lain dan status lahan berstatus sengketa,” ujarnya. Komplain lain misalnya booking fee yang telah disetorkan ke developer tidak bisa dikembalikan.
Selain itu, fase pembangunan juga tidak luput dari komplain. Beberapa hal yang sering dikeluhkan masyarakat yaitu perubahan site plan, ukuran yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan land kliring yang tidak kunjung rampung.
ADVERTISEMENT
“Tapi tidak semuanya di PUPR, ada yang di Pemda. Misalnya dari sisi perizinan site plan dan land clearing izinnya ada di Pemda,” ujarnya.
Kemudian fase pasca pembangunan juga merupakan yang paling banyak dikomplain. Terutama dalam hal serah terima properti. Komplain yang masuk misalnya perizinan yang ternyata belum selesai diurus developer, developer ternyata tidak memiliki dana lagi untuk melanjutkan pembangunan hingga bangunan mangkrak atau terbengkalai.
Termasuk juga adanya aduan bahwa denda keterlambatan serah terima seringkali tidak dibayarkan oleh pengembang. “Ini satu hal yang memang perlu terus kita perbaiki,” tandasnya.