Kementerian PUPR Rancang Pembangunan Berkelanjutan dengan Peta Zona Iklim

1 Oktober 2024 12:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PUPR, Zainal Fatah. Foto: Argya D. Maheswara/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PUPR, Zainal Fatah. Foto: Argya D. Maheswara/Kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sektor bangunan disebut sebagai salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Kementerian PUPR akan membangun bangunan dengan konsep berkelanjutan berdasarkan peta zona iklim.
ADVERTISEMENT
“Sektor bangunan yang ini juga merupakan tanggung jawab dan tugas yang diberikan amanahnya kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Zainal Fatah, saat peluncuran peta zona iklim dalam rangka Hari Habitat dan Hari Kota Sedunia 2024 di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, pada Selasa (1/10).
Zainal bilang sektor bangunan saat ini menyumbang sepertiga emisi gas rumah kaca. Walau begitu, sektor ini memiliki potensi besar untuk penghematan energi dan pengurangan emisi.
“Kita mencatat bahwa ini (sektor bangunan) menyumbang sepertiga dari total emisi gas. Di sisi lain, sektor bangunan juga menjanjikan potensi besar untuk penghematan energi serta pengurangan emisi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Zainal menyebut peta zona iklim sampai data cuaca sangat penting sebagai acuan dalam membangun bangunan dengan konsep berkelanjutan dan menghemat energi. Hal ini juga sudah dilakukan di beberapa negara maju.
“Di sisi lain, beberapa negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang, telah memetakan zona iklim mereka untuk desain bangunan gedung yang berkelanjutan. Dengan demikian, kita juga menyediakan atau mendapat meraih potensi penghematan energi untuk masing-masing zona. Mereka-mereka juga menyediakan data cuaca standar untuk keperluan tersebut,” jelas Zainal.
Dengan adanya peta zona iklim pembangunan bangunan berkelanjutan dapat memperhatikan perbedaan temperatur dalam dan luar ruangan yang membuat bangunan dapat lebih dingin 4 sampai 5 derajat. Langkah inilah yang dapat mengurangi penggunaan Air Conditioner (AC).
ADVERTISEMENT
"Kita punya contoh tadi satu di Tegal, tadi yang disampaikan dalam presentasi juga, bahwa perbedaan temperatur antara di luar dan di dalam, itu bisa mencapai perbedaannya ya, jadi lebih dingin 4-5 derajat gitu ya. Jadi kalau di luar itu 30 derajat, di dalam berarti sekitar 26-25 derajat. Sudah lebih nyaman ya, tanpa adanya AC," lanjut Zainal.
Tower gas rumah kaca di Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Koto Tabang. Foto: kumparan
Saat ini proyek bangunan berkelanjutan sudah diterapkan pada bangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan satu bangunan contoh di Tegal. Soal target pembangunan bangunan berkelanjutan, Zainal bilang akan ada pengukuran kembali nantinya.
"Kalau targetnya nanti, kita ukur lagi, seberapa misalkan kita di Tegal, kemudian IKN, bagaimana penerapannya nanti akan wujud, pasti di peraturan," kata Zainal.
ADVERTISEMENT
Dalam merancang peta zona iklim, Zainal menjelaskan ada beberapa pihak yang terlibat selain Kementerian PUPR. Beberapa pihak tersebut adalah Badan Meteorologi-Klimatologi dan Geofisika (BMKG),serta Kagoshima University dan Hiroshima University dari Jepang.
“Saat ini, kita memiliki zona iklim untuk potensi pendinginan pasif dan data cuaca standar. Hal tersebut terealisasi berkat kolaborasi yang baik antara kami, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Meteorologi-Klimatologi dan Geofisika, Kagoshima University dan Hiroshima University, tentu dengan dukungan penuh dari Japan International Cooperation Agency (JICA),” ungkapnya.
Dalam riset peta zona iklim yang didukung JICA, Direktur Bina Teknik Pemukiman dan Perumahan Kementerian PUPR, Dian Irawati menjelaskan skema yang dipakai adalah skema hibah.
"Hibah, bukan kerja sama. Jadi untuk riset ini kita ada program doktornya juga, itu dari PUPR PUPR ada 2 kemudian dari BMKG juga ada 1 kemudian dari Gajah Mada dari ITB dan dari ITS itu ada yang sekolah program doktor kemudian program master juga dari PUPR dan BMKG jadi program riset ini langsung bisa diimplementasikan," terang Irawati.
ADVERTISEMENT
Peta tersebut nantinya akan berdampak pembangunan yang berkelanjutan termasuk di dalamnya pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Langkah ini juga dinilai Zainal sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang terdiri dari pengurangan emisi gas rumah kaca nasional dari 29 persen menjadi 31,80 persen dengan usaha sendiri dan dari 40 persen menjadi 42,3 persen dengan bantuan internasional.