Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Kenaikan Gaji Pekerja RI Tipis, Pukul Daya Beli hingga Ancaman Terjerat Pinjol
16 Maret 2025 10:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan rata-rata gaji pekerja di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami kenaikan secara signifikan. Kenaikan gaji yang seret akan berpengaruh penurunan daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang rutin dilakukan setiap bulan Agustus pada setiap tahunnya, rata-rata gaji pekerja atau buruh di Indonesia sejak 2020 sampai 2024, hanya naik Rp 511.273 selama empat tahun lamanya.
Pertumbuhan rata-rata gaji pekerja dan buruh di Indonesia juga sempat mengalami penurunan di periode 2020-2021 dari Rp 2.756.345 menjadi Rp 2.736.463.
Berikutnya, gaji pekerja terus tumbuh melambat. Pada tahun 2021-2022 gaji pekerja Rp 2.736.463 menjadi Rp 3.070.75, lalu pada 2022-2023 naik dari Rp 3.070.756 menjadi Rp 3.178.227, dan 2023-2024 naik dari Rp 3.178.227 menjadi Rp 3.267.618.
Menurut Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, pertumbuhan rata-rata gaji pekerja yang relatif kecil ini berpengaruh terhadap daya beli yang terjadi di masyarakat. Dengan menurunnya daya beli masyarakat, beberapa permintaan dalam negeri untuk makanan, minuman, suku cadang kendaraan, baju dan sektor retail juga terancam.
ADVERTISEMENT
Hal ini nantinya dapat berimbas pada tekanan ke pelaku usaha yang akhirnya bisa menimbulkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Jadi ini ibarat ayam dan telur, dipicu oleh adanya pelemahan daya beli, kemudian terjadi PHK, kemudian PHK menyebabkan pelemahan daya beli lebih lanjut,” kata Bhima kepada kumparan.
Selain berpengaruh kepada daya beli masyarakat, Bhima juga melihat dampak lain yang dapat terjadi akibat stagnasi gaji yang diterima masyarakat, yaitu potensi jeratan pinjaman online (pinjol).
“Pekerja yang terpaksa hidup dengan upah yang terlalu kecil, tidak sebanding pengeluarannya akhirnya terjebak pada pinjol, menggadaikan asetnya atau terpaksa bekerja dengan pekerjaan campuran,” ujar Bhima.
Maka dari itu Ia melihat banyak fenomena seorang pekerja yang memiliki profesi ganda semisal pekerja pabrik yang juga merangkap sebagai pengemudi ojek online (ojol).
ADVERTISEMENT
Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, Riyanto justru melihat daya beli masyarakat memang sudah turun jauh sebelum pandemi.
“Penjualan beberapa barang stagnan bahkan cenderung turun karena prioritas untuk kebutuhan primer. Enggak bisa nabung. Jadi agregat demand lemah akibat konsumsi yang lemah karena daya beli melemah. Agregat demand turun, ya pertumbuhan ekonomi melambat,” ujarnya.
Bukannya membaik, hal ini diperburuk dengan fenomena stagnasi gaji pekerja yang terjadi.
“Pasti berpengaruh (pengaruh stagnasi gaji pada daya beli), harga-harga naik lebih tinggi dari kenaikan gaji pekerja,” kata Riyanto.
Jadi Masalah Serius Bagi Pekerja
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz, melihat stagnasi gaji merupakan masalah serius di tengah meningkatnya biaya hidup.
ADVERTISEMENT
“Berdasarkan regulasi ketenagakerjaan, upah seharusnya naik secara berkala agar tetap selaras dengan inflasi dan kebutuhan hidup layak,” kata Aziz.
Untuk itu, selain berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP), Aziz berpendapat seharusnya perusahaan dapat perundingan kenaikan upah di luar UMP untuk setiap tahunnya dengan para pekerja.
Terkait dengan dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi, Ia melihat stagnasi gaji yang terjadi bisa mengganggu stabilitas ekonomi secara keseluruhan karena hal ini berkaitan langsung sebagai faktor daya beli masyarakat.
“Jika daya beli pekerja terus menurun akibat stagnasi upah, dampaknya akan dirasakan oleh berbagai sektor usaha yang bergantung pada konsumsi masyarakat. Oleh sebab itu, kenaikan gaji bukan hanya kepentingan pekerja, tetapi juga kepentingan ekonomi yang lebih luas,” ujar Aziz.
ADVERTISEMENT
Dampak baiknya bagi perusahaan, kenaikan upah di luar kenaikan UMP menurutnya dapat meningkatkan loyalitas pekerja, mengurangi tenaga kerja yang mengundurkan diri sampai menekan biaya rekrutmen dan pelatihan karyawan baru.
“Dengan demikian, perusahaan dapat mempertahankan tenaga kerja yang lebih berpengalaman dan produktif, menciptakan lingkungan kerja yang lebih stabil dan efisien,” kata Aziz.
Selain Aziz, Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) juga melihat seharusnya kenaikan gaji di luar kenaikan UMP seharusnya sudah direncanakan oleh pemilik usaha sejak mendirikan usaha terkait.
“UMP itu bisanya untuk pekerja di bawah satu tahun dan juga lajang, belum nikah,” kata Mirah.
Perusahaan menurutnya harus memiliki struktur skala upah di mana nantinya pekerja yang sudah di atas satu tahun tidak boleh lagi memiliki gaji yang sama dengan UMP.
ADVERTISEMENT
Nantinya dengan adanya kenaikan gaji karyawan, daya beli yang rendah juga dapat teratasi sehingga produksi barang dari industri bisa terserap dengan baik. Hal ini tentu akan menjadi faktor yang memutar roda perekonomian.
Perihal ini, Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Sunardi menjelaskan upah yang diatur oleh pemerintah untuk naik setiap tahunnya adalah UMP yang akan disesuaikan setiap tahun.
“Penggajian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan pekerja serta peraturan perusahaan,” kata Sunardi.
Namun di samping itu perusahaan juga harus memiliki struktur skala upah yang dapat mengatur gaji karyawan agar dapat naik selain dengan kenaikan UMP di setiap tahunnya.
“Adapun hal lain terkait pengupahan sudah ada ketentuan struktur skala upah. Dan perusahaan wajib menyusun dan menerapkan struktur skala upah,” ujar Sunardi.
ADVERTISEMENT