Kepala OPTIKJI Sebut Industri 4.0 Berperan Penting dalam Kemajuan Industri Halal

1 Oktober 2024 20:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri (OPTIKJI) Bambang Riznanto (tengah) pada talkshow Industrial Festival 2024 hari ketiga di Tangerang pada Sabtu (28/9/2024). Foto: Dok. Kemenperin
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri (OPTIKJI) Bambang Riznanto (tengah) pada talkshow Industrial Festival 2024 hari ketiga di Tangerang pada Sabtu (28/9/2024). Foto: Dok. Kemenperin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi di lingkup industri terus meluas tidak hanya menjangkau industri besar, tetapi menjadi enabler untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dalam sektor industri halal, teknologi industri khususnya industri 4.0, memiliki peran penting dalam menjaga kualitas produk serta membuka peluang baru untuk bersaing di pasar global.
ADVERTISEMENT
"Untuk industri halal, memang ada beberapa teknologi yang dapat menunjang transparansi karena ini terkait bahan baku. Teknologi-teknologi inilah yang menjamin konsumen bahwa produk yang kita konsumsi itu memang sudah valid berdasarkan sertifikat halal yang dimiliki oleh produk atau pabrik tersebut," ujar Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri (OPTIKJI) Bambang Riznanto.
Dalam talkshow Industrial Festival 2024 hari ketiga di Tangerang pada Sabtu (28/9), Kepala OPTIKJI juga menjelaskan terkait ekosistem industri halal dalam pendistribusiannya mulai dari penyedia bahan baku, lalu pengepakan pengolahan, lalu penyimpanan hingga didistribusikan produknya sampai kepada konsumen maupun di gudang yang kemudian disajikan dalam bentuk produk makanan minuman maupun kebutuhan kosmetik.
Hal itu berperan penting pula dalam menjawab tantangan pada industri halal melalui teknologi 4.0.
ADVERTISEMENT
"Faktanya, industri 4.0 itu bukan hanya robot. Aplikasi yang kita gunakan juga bagian dari industri 4.0, ada sensor, blockchain, 3D Printing, cloud computing. Tujuan dari teknologi 4.0 ini adalah mengintegrasikan dari satu titik ke titik yang lainnya, pabrik satu ke pabrik lainnya, bahkan produk satu ke produk lainnya. Industri 4.0 ini mengintegrasikan semuanya dari hulu ke hilir," tutur Bambang.
Di Indonesia, beberapa pabrik manufaktur telah masuk kategori Indonesia National Lighthouse Industry 4.0 seperti PT Paragon, Toyota, Pupuk Kaltim, Petrokimia, Kalbe, PT Gelora Djaja, dan PT Pancaprima Ekabrothers.
Dengan kemampuan berikutnya, pabrik-pabrik tersebut dapat dievaluasi untuk dapat masuk menunjang industri halal.
Adapun kebijakan Kemenperin dalam menjawab tantangan tersbut yaitu menyediakan Sistem Informasi Industri Nasional (SISINas) yang menghubungkan beberapa kementerian atau lembaga lainnya dalam membantu proses sertifikasi halal.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya sertifikasi halal yang terintegrasi, maka kita menjamin bahwa proses sertifikasi itu melibatkan data-data yang sudah terintegrasi, yang dikumpulkan dari beberapa stakeholder kementerian maupun lembaga," jelas Kepala OPTIKJI.
Beberapa aplikasi telah tersedia yang dapat mempermudah konsumen konsen terhadap halal seperti Halal MUI, Umma, Crave Halal, Halalin, dan Zabibah, sehingga adanya digitalisasi teknologi tersebut membantu para konsumen menjadi pembeli yang bijak bukan hanya membandingkan produk berdasarkan harga, melainkan mempertimbangkan kualitanya jika produk tersebut sudah memenuhi kriteria halal sesuai ketentuan yang telah diatur dalam regulasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal No.78 Tahun 2023 tentang Pedoman Sertifikasi Halal Makanan dan Minuman dengan Pengelolahan.
Menurut founder forum diskusi bisnis digital kasisolusi, dalam menjawab tantangan industri halal selain teknologi dan informasi yaitu kurangnya ilmu sebelum menjalankan bisnis sehingga diperlukannya strategi marketing yang tepat untuk menarik perhatian konsumen.
ADVERTISEMENT
"Mungkin belum banyak yang tahu, penyakitnya bukan soal perang produk dan harga, melainkan perang persepsi. Kami lagi edukasi para UMKM, promo itu boleh asalkan wajar, karena kalau berlebihan bisa jadi justru value produk kita diragukan. Bagaimana kita bisa menaikkan value tanpa ada pertanyaan atau persepsi terlalu mahal dari konsumen," katanya.
Artikel ini dibuat oleh kumparan Studio