Kerugian Perekonomian Akibat Banjir Awal Tahun di Jakarta Capai Rp 1 Triliun

28 Februari 2020 16:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara perumahan yang masih tergenang banjir di daerah harapan baru, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (26/2/2020). Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara perumahan yang masih tergenang banjir di daerah harapan baru, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (26/2/2020). Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
ADVERTISEMENT
Banjir menggenangi wilayah DKI Jakarta sejak awal tahun 2020. Kondisi tersebut mau tidak mau membuat perekonomian di ibu kota terganggu. Hal itu setidaknya terlihat dari banyak toko yang tutup sampai transportasi terganggu.
ADVERTISEMENT
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta Hamid Ponco Wibowo mengungkapkan, kerugian perekonomian karena banjir mendekati Rp 1 triliun atau tepatnya Rp 960 miliar. Banjir awal tahun baru tersebut dianggap tidak berdampak besar ke perekonomian di Jakarta.
"Kerugiannya tidak sebesar tahun-tahun lalu. Waktu 2007 bahkan nilainya Rp 8,8 triliun kalau enggak salah. Sekarang sekitar Rp 1 triliun," kata Hamid di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (28/2).
Hamid mengatakan, angka Rp 1 triliun itu juga termasuk rendah dibandingkan kerugian banjir di Jakarta tahun 2002 yang mencapai Rp 9,8 triliun. Banjir di tahun itu terjadi selama kurang lebih 6 hari.
Petugas mengatur arus lalu lintas tol Jakarta-Cikampek saat banjir di Jatibening, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/2). Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Sementara di Januari lalu, banjir Jakarta terjadi sekitar 4 hari dengan curah hujan yang termasuk tinggi mencapai 377 mm per hari. Hamid menganggap, ketinggian tersebut juga mengalahkan salah satu curah hujan tertinggi di tahun 2007 yang mencapai 340 mm per hari.
ADVERTISEMENT
Hamid merasa, rendahnya kerugian banjir di awal tahun dikarenakan lokasi yang terendam tidak banyak terjadi di kawasan strategis dan banjir termasuk cepat surut. Sehingga aktivitas masyarakat khususnya dalam perbelanjaan juga kembali normal.
“Jadi kerugian itu paling rendah sejak tahun 2002. Mungkin karena teknologi dulu dengan sekarang beda. Kalau sekarang kan cepat banget," ujar Hamid.
Sebagai catatan, data yang dipaparkan Hamid berasal dari beberapa asosiasi seperti Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HPPI), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).