Ketua OJK Jelaskan Dampak Stagflasi Ubah Model Bisnis Startup

10 November 2022 15:12 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar.  Foto: OJK
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar. Foto: OJK
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menjelaskan potensi stagflasi tengah mengancam sektor ekonomi dan keuangan global usai pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Mahendra menyebutkan, stagflasi terjadi ketika tren pertumbuhan ekonomi melambat, di saat yang sama terjadi peningkatan inflasi secara global karena kenaikan harga komoditas pangan dan energi.
"Kita harus menghadapi kenyataan yang sangat berbeda. Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan inflasi yang meningkat secara global karena energi dan pangan, dan faktor biaya produksi telah menciptakan jebakan stagflasi yang lebih menantang," ujarnya saat 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Kamis (10/11).
Dia melanjutkan, ancaman stagflasi menjadi risiko besar bagi stabilitas keuangan. Untuk menanggapi kondisi ini, bank sentral utama memperketat kebijakan moneter yang memicu tekanan mata uang, suku bunga, jumlah modal yang tidak terbatas.
Dengan demikian, salah satu sektor yang terdampak adalah startup atau para perusahaan rintisan yang selama ini mengandalkan suntikan modal di awal pengembangannya. Para investor harus berpikir dua kali menggelontorkan uangnya.
ADVERTISEMENT
"Sebagai akibatnya, model bisnis dari startup dan perusahaan ini yang dulu hanya mengandalkan pada penilaian ekuitas mereka, sekarang harus berusaha untuk meningkatkan keuntungan mereka, efisiensi dan mempromosikan visibilitas komersial," jelas Mahendra.

Peran OJK di Sektor Keuangan Digital

Selain itu, Mahendra pun menjelaskan peran OJK di sektor keuangan digital dan ekosistem fintech. Dia menyebut, berkat pandemi COVID-19, akselerasi transformasi digital terjadi dengan sangat cepat.
"Situasi telah mengganggu aktivitas kami seperti biasa. Konsumen belajar atau condong ke produk dan layanan berbasis digital demi pengalaman yang lebih personal dan praktis. Lembaga keuangan mengalami kemajuan melalui transformasi digital dan mengembangkan produk dan layanan keuangan baru," tuturnya.
Dia juga menyebutkan, OJK telah melihat beberapa perkembangan di sektor keuangan yang menantang, termasuk dari inovasi berbasis blockchain atau aset kripto. Beberapa inovasi ini berada di luar batas regulasi yang ada.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, lanjut dia, hal ini menekan para regulator untuk mengikuti inovasi yang dinamis dan menemukan keseimbangan antara mempromosikan inovasi digital dan memitigasi potensi risiko.
"Maka dengan catatan itu, ekonomi digital Indonesia yang saat ini bernilai lebih dari USD 70 miliar yang sudah menjadi yang tertinggi di ASEAN berada dalam jalur pertumbuhan yang sangat kuat untuk mencapai lebih dari USD 330 miliar pada tahun 2030," tandas Mahendra.