Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kilas Balik 2017: Emiten-emiten yang Tersandung Masalah Berat
31 Desember 2017 15:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Perdagangan saham telah ditutup secara resmi oleh Presiden Jokowi (Jokowi) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, (29/12) lalu. Saat ditutup, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 6355,66.
ADVERTISEMENT
Walaupun mencatat rekor tertinggi sepanjang masa, sejumlah emiten yang terdaftar di BEI sempat tersandung masalah dan menjadi perbincangan di tahun 2017.
Berikut kumparan (kumparan.com) merangkum daftar emiten-emiten tersebut:
1. PT Modern International Tbk (MDRN)
Mulai 30 Juni 2017 lalu, seluruh gerai 7-Eleven resmi ditutup. Direktur PT Modern Internasional Tbk (MDRN) sebagai pengelola Sevel, Chandra Wijaya, mengatakan hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven.
PT Charoen Pokphand Restu Indonesia sempat melakukan pembicaraan dengan MDRN soal akuisisi Sevel, namun batal karena tidak tercapainya kesepakatan.
Tumbangnya bisnis 7-Eleven di Indonesia pada akhir Juni lalu berbuntut panjang. Mulai dari utang yang menumpuk, dikejar-kejar pajak, ribuan mantan karyawan yang belum dibayarkan gajinya, kreditur yang menuntut pembayaran utang, sampai terancam pailit.
ADVERTISEMENT
2. AISA
Pada Juli lalu, Satgas Pangan Polri menggerebek gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU), anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan menyita 1.161 ton beras. IBU diduga mengemas ulang beras medium bersubsidi dan menjualnya kembali seharga beras premium yakni Rp 13.700 dan Rp 20.400 dengan merek Ayam Jago dan Maknyuss.
Walaupun tuduhan ini sempat dibantah oleh direksi beberapa hari setelah penggrebekan tersebut, namun pada Agustus lalu Bareskrim Polri menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) Trisnawan Widodo sebagai tersangka. Menurut polisi, ada dua dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dilakukan oleh IBU.
Pada Desember, AISA akhirnya melakukan divestasi bisnis beras. Dua pabrik beras perusahaan ini diberhentikan total dan menyebabkan 1.700 karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
ADVERTISEMENT
3. PT Nusa Konstruksi Enjiniring
Pada Juli lalu, KPK menetapkan PT Nusa Konstruksi Enjiniring (DGIK) sebagai tersangka dalam kasus proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (Unud) di tahun 2009-2011. Proyek tersebut diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp 25 miliar.
Pada akhir November, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun dan 8 bulan penjara kepada Dudung Purwadi, mantan Presiden Direktur DGIK. Di samping itu, Majelis Hakim juga menghukum Dudung untuk membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
4. PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA)
Pada September lalu, beredar cerita pilu tentang bayi Debora yang meninggal di usia 4 bulan akibat tersumbatnya saluran pernafasan hingga tubuhnya membiru. Bayi tersebut terlambat mendapatkan pelayanan dari RS Mitra Kalideres lantaran orang tuanya tidak mampu membayar uang muka yang ditentukan oleh rumah sakit.
ADVERTISEMENT
PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), sebagai pihak pengelola rumah sakit Mitra Keluarga yang diduga menelantarkan bayi malang Debora terkena imbasnya. Sejak heboh permasalahan ini, saham MIKA terus bergerak turun hingga 3,31%.
Akibat dari kasus ini, RS Mitra Keluarga harus merombak jajaran manajemen hingga pimpinan di RS Mitra Keluarga Kalideres.