Kisah Arif Dika, Petani Milenial di Madiun yang Sukses Berbisnis Porang

28 Agustus 2021 14:50 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertanian Porang. Foto: Dok Dika, Petani Porang di Madiun
zoom-in-whitePerbesar
Pertanian Porang. Foto: Dok Dika, Petani Porang di Madiun
ADVERTISEMENT
Arif Dika, pemilik akun Instagram @peytaniporang, berhasil sukses menjalankan bisnis pertanian porang di usia 29 tahun. Dika merupakan warga Madiun yang berhasil menjalankan bisnis porang selama kurang lebih 5 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Dika mulai berbisnis komoditas yang baru-baru ini dipromosikan Presiden Jokowi itu karena mengikuti jejak orang tuanya yang sudah lebih dulu jadi petani porang. Memang di Desa Sumberbendo, Saradan, Kabupaten Madiun juga kebanyakan warganya bertani porang.
"Dari tahun 80-90an kita sudah mulai budidaya porang. Jadi orang tua sudah jalan kurang lebih 14 tahun ke porang. Akhirnya saya lihat, saya dikatakan baru masih baru, sekitar 5 tahunan jalan terkait tanam porang," ujar Dika saat berbincang dengan kumparan, Sabtu (28/8).
Dia mengatakan saat itu orang tuanya berhasil membiayai kuliahnya dengan bertani porang. Dari situ mulai terlihat peluang bisnis pertanian porang yang menjanjikan.
"Saya lihat waktu orang tua dulu membiayai kuliah saya lihat kok petani porang enak. Harganya naik, perawatannya bisa dikatakan mudah. Akhirnya untuk investasi saya lihat pertama 3 tahun, 4 tahun lalu, kok saya lihat kok bagus, akhirnya saya putuskan untuk bisnis di pertanian porang," tuturnya.
Pertanian Porang. Foto: Dok Dika, Petani Porang di Madiun
Dalam satu kali panen di wilayahnya, kata dia, biasanya bisa menghasilkan 10 ton sampai 17 ton. Ini dengan menggunakan teknis panen pilih. Bila dihitung dengan harga porang yang saat ini di kisaran Rp 6.900-Rp 7.500, pendapatan dari porang bisa mencapai Rp 75 juta hingga Rp Rp 127 juta.
ADVERTISEMENT
Sementara bila penanaman dilakukan untuk satu hektare penuh tanah bisa menghasilkan 30 sampai 50 ton porang. Dengan harga porang di kisaran Rp 6.900 sampai Rp 7.500, bila dikali dengan harga Rp 7.500 dalam satu kali panen bisa mendapat Rp 225 juta hingga Rp 412 juta. Harga Rp 6.900-Rp 7.500 ini merupakan tren menurun dibanding tahun 2020 lalu.
Bila menghitung harga tertinggi porang di Rp 14.800 per kilogram, maka untuk hasil 1 hektare dengan 30-50 ton bisa mendapat Rp 444 juta hingga Rp 814 juta dalam sekali panen. Namun perlu diketahui, masa panen porang berkisar 8 bulan hingga 2 tahun. Tergantung jenis bibit yang ditanam.
"Jadi 1 hektare bisa dapat antara 30-55 ton. Tapi tergantung model panen kita. Misalnya 1 hektare langsung serentak otomatis dapatnya juga banyak, tapi tanamnya harus nunggu lagi," jelasnya.
Budidaya tanaman porang di Madiun, Jatim. Foto: Kementan RI
"Tapi kalau di Madiun rata-rata masyarakat menggunakan cara panen pilih atau dipilih yang besar-besar dilihat dari batangnya ketika masih tumbuh dan ditandai baru dipanen ketika musim kemarau. Sisanya dipanen tahun depan, kalau menggunakan cara panen pilih satu hektar biasanya mendapatkan 10-17 ton," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sejak pandemi, harga porang memang mengalami penurunan cukup drastis. Pasalnya banyak pabrik yang harus berhenti operasi saat diberlakukannya PPKM.
"Tahun lalu yang paling naik, harganya Rp 14.800 tahun lalu, tahun ini memang turun drastis setengah 50 persen karena pandemi. Banyak pabrik juga tutup karena PPKM. Kalau hari ini, antara Rp 6.900-Rp 7.500," kata dia.
Bila melihat tren harga porang sejak tahun 2000-an awal, dia mengatakan saat itu harganya masih Rp 750-Rp 1.000 per kilogram. Kemudian naik di 2004 menjadi Rp 1.500-Rp 2.000, dan terus naik di 2006-2008 menjadi Rp 6.000-Rp 6.500.
Akhirnya mulai naik signifikan di 2013 dengan harga di atas Rp 10.000. Di 2014, kata dia, porang kembali naik dengan harga Rp 12.000, dan tertinggi di 2019-2020 dengan harga Rp 14.800.
ADVERTISEMENT
Menurutnya bisnis porang akan berat di modal awal untuk membeli bibit. Setelahnya, petani bisa mengambil keuntungan penuh dari hasil panen. Sebab tanaman porang akan terus memproduksi bibit untuk bisa ditanam di panen berikutnya.
"Kalau contoh kita tanam 1 hektare dengan modal Rp 80 juta, sebenarnya kita 1 hektare dapat 40 ton itu dengan harga Rp 7.000 kita masih untung. Apalagi tahun depan kita enggak perlu beli bibit lagi karena dari lahan kita sudah bisa menjadikan bibit. Jadi tahun pertama survive, selanjutnya keuntungan kita bisa dikatakan 100 persen. Enaknya gitu nanam porang," tutupnya.