Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Ada alih fungsi lahan sawah. Nah kami perlu tetapkan di mana benchmark-nya. Tapi ini belum sepakat dengan Pemda. Ini jadi persoalan besar kami," ujar Direktur Jenderal Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian ATR, Budi Situmorang, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan, sebagian besar alih fungsi sawah tersebut digunakan untuk rel kereta api, bandara, jalan tol, ring road, kawasan industri, dan kawasan lainnya.
Potret nasib persawahan di Jakarta pun, setali tiga uang. Sama saja dengan kondisi persawahan secara nasional. Selama dua tahun terakhir, penurunan lahan sawah terbesar di DKI Jakarta terjadi di Jakarta Utara sebesar 52 hektare. Adapun penurunan luasan sawah itu diakibatkan oleh pembangunan perumahan, hingga gedung yang masif.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, DKI Jakarta memiliki sawah seluas 653 hektare yang tersebar di Jakarta Utara seluas 460 hektare (70%), Jakarta Barat seluas 116 hektare (18%), dan Jakarta Timur seluas 77 hektare (12%).
Namun di tahun 2017, luasan sawah di DKI Jakarta turun sekitar 14% menjadi 571,17 hektare yang tersebar di Jakarta Utara seluas 408 hektare (71%), Jakarta Barat seluas 90,56 hektare (16%), dan Jakarta Timur seluas 72,61 hektare (13%).
Koordinator Penyuluh Pertanian Wilayah Jakarta Utara Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta, Johanes menyebut, hal itu terjadi akibat 80% sawah di Jakarta Utara lahannya merupakan milik perusahaan swasta.
“Dari 408 hektare yang ada di Jakarta Utara, 20% itu masih hak milik perseorangan, 80% milik pengembang,” katanya kepada kumparan, Selasa (17/7).
ADVERTISEMENT
Dia pun mengungkapkan, selama ini sebagian besar petani hanya sebagai penggarap lahan saja. Jika sewaktu-waktu pemilik meminta lahannya kembali untuk dibangun, petani harus bersedia untuk merelakan sawah yang digarap.
“Sudah ada perjanjian antara pemilik lahan dan petani penggarap. Besok-besok kalau dimanfaatkan oleh pemilik lahan, tidak boleh ada tuntutan,” ujar Johanes.
Menurut dia, salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut ialah dengan pemerintah membeli lahan milik perusahaan swasta menjadi sawah abadi. Dengan begitu, penurunan luasan lahan sawah tak begitu siginifikan setiap tahunnya.
“Kecuali kalau pemerintah beli lahan buat sawah abadi, dari dulu kita menginginkan. Kalau di DKI Jakarta, sawah abadi baru ada di Jakarta Timur,” ucapnya.
Namun demikian, Johanes mengakui bahwa perusahaan swasta sulit menjual lahannya ke pemerintah karena lebih menguntungkan apabila dibangun properti. Sementara jika membeli lahan sawah milik perseorangan, luasannya terbatas.
ADVERTISEMENT
“Pengembang mana mau jual. Kita sebenarnya sudah mengajukan beberapa titik untuk dibeli, tapi belum tahu progresnya seperti apa,” bebernya.
Dia pun memprediksi apabila pengembang tersebut terus menggunakan lahannya untuk membangun properti, sementara tak ada lahan yang dibeli pemerintah, sawah di Jakarta Utara diprediksi hanya bertahan paling lama hingga 6 tahun.
“Saya kira sekitar 5-6 tahun, sawah di Jakarta Utara habis kalau lahannya dipakai pengembang membangun terus. Kita tidak bisa apa-apa karena itu lahan mereka,” jelas Johanes.