Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
![Sri Mulyani saat tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (22/10/2019). Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1571710138/nzqzu1kwlbsurcxgbq2m.jpg)
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani bukan lah orang asing di jajaran pemerintahan. Dia terpilih menjadi menteri dalam empat kabinet.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani pertama kali ditunjuk sebagai menteri keuangan pada 2005 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), setelah menduduki posisi Kepala Bappenas di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I pada 2004.
Selanjutnya di tahun 2009, Sri Mulyani kembali ditunjuk sebagai menteri keuangan oleh SBY dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Periode ini dinilai cukup sulit karena Indonesia saat itu dihantam krisis finansial Asia hingga pertumbuhan ekonomi turun dari 6,7 persen di 2007 menjadi hanya 4,5 persen di 2009.
Selang setahun, Sri Mulyani memutuskan untuk menerima tawaran sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Perempuan bergelar PhD di bidang ekonomi ini bekerja selama enam tahun untuk organisasi internasional tersebut.
Sri Mulyani kembali ke Tanah Air sejak diminta Presiden Joko Widodo untuk mengisi kursi menteri keuangan di Kabinet Kerja pada 2016. Saat itu, dia menggantikan posisi Bambang Brodjonegoro yang berpindah pos ke Bappenas.
ADVERTISEMENT
Posisi sebagai menteri keuangan pun diembannya hingga saat ini dalam Kabinet Indonesia Maju.
Sri Mulyani menceritakan pengalamannya menjadi menteri keuangan pada dua presiden yang berbeda. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni perekonomian Indonesia sama-sama mengalami tekanan. Menurutnya, hal itu sebagai takdir ilahi yang tak bisa dielakan.
"Ya kita enggak pernah memilih ya, waktu krisis 2008-2009 saya menjadi menkeu, waktu itu sejak 2005 waktu itu ekonomi booming, seluruh dunia lagi positif dance, kita punya Lehman Brothers, kita kemudian mengalami dampaknya yang luar biasa," kata Sri Mulyani dalam kumparan to the point, Jumat (24/7).
Perempuan kelahiran Bandar Lampung ini menjelaskan, kondisi krisis pada 2008-2009 pun berbeda dengan saat ini. Pada 2008-2009, krisis disebabkan sektor keuangan, sementara saat ini krisis karena adanya ancaman kesehatan dan keselamatan jiwa manusia.
ADVERTISEMENT
Pada 2008-2009, sektor yang paling terguncang akibat krisis finansial tersebut adalah lembaga keuangan dan korporasi besar. Sementara pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan masih bisa tumbuh hingga 6,1 persen di 2008.
"Di Indonesia 2008, kita tuh Alhamdulillah tetap bagus ekonominya, waktu itu tidak ada krisis keuangan. Ada masalah Century, tapi itu masalah satu bank kecil yang kemudian dipermasalahkan secara politik. Tapi ekonomi Indonesia very durable, sangat berdaya tahan dan survive dari guncangan yang luar biasa besar," jelasnya.
Sementara kondisi sangat berbeda dengan tahun ini. Seluruh sektor ekonomi justru mengalami tekanan yang luar biasa. Masyarakat diminta untuk tetap di rumah demi menjaga keselamatan jiwa, akibatnya sektor kecil dan UMKM pun terdampak pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Ini semua menimbulkan situasi pemerintah harus memberikan perhatian langsung oleh akar rumput ini. Makanya bansosnya meningkat menjadi luar biasa besar, Rp 203 triliun, UMKM Rp 123 triliun, itu desain pertama kita langsung ke mereka," kata Sri Mulyani.
"Nah kalau 2008-2009 fokus kita apakah ada perusahaan yang bangkrut duluan. Kalau sekarang UMKM dan bansos dulu," lanjutnya.
Sri Mulyani menuturkan, dirinya tak pernah meminta bahwa tantangannya menjadi menkeu cukup berat, apalagi dihadapkan dengan dua kali krisis.
"Untuk menghadapi situasi ini ya, kita enggak tahu ya, namanya juga takdir," tegasnya.
Namun menurutnya, pengalaman menghadapi dua kali krisis ini membuatnya semakin cepat dalam membuat keputusan. Selain itu, yang paling penting adalah setiap kebijakan harus memiliki landasan hukum agar tak menjadi persoalan di beberapa tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
Saat COVID-19 melanda Indonesia, pemerintah langsung sigap untuk mengubah APBN 2020. Namun cara yang digunakan di luar kebiasaan. Bukan melalui APBN-Perubahan, melainkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. Dalam beleid ini, pemerintah membolehkan defisit APBN bisa di atas 3 persen selama tiga tahun.
"Kenapa kita bisa lakukan langkah cepat itu? Karena saya sendiri mengalami krisis 2008-2009, jadi saya sendiri tahu oh ini akan terjadi seperti ini. Ini memberikan kita kecepatan untuk bersikap, meskipun sekarang kita struggle ya menghadapinya," jelasnya.
Sri Mulyani menekankan, pengalaman menghadapi krisis ekonomi menjadikan pengambilan keputusan menjadi lebih baik. Dia berharap 'bekal' krisis ini menjadikan Indonesia lebih berdaya tahan.
"Apakah kita sudah 100 persen sempurna? Ya enggak lah. Tapi paling tidak kita berbekal pengalaman itu, kita akan terus evaluasi, perbaikan, adaptasi, agar kita jadi lebih mampu menghadapi dampak dari COVID-19 yang belum teratasi di seluruh dunia," tambahnya.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini: