news-card-video
23 Ramadhan 1446 HMinggu, 23 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

KKP Larang Penangkapan Ikan Sidat di 10 Lokasi, Pangandaran hingga Poso

18 Oktober 2022 11:57 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KKP cadangkan 10 lokasi pelarangan penangkapan ikan sidat. Foto: Dok. KKP
zoom-in-whitePerbesar
KKP cadangkan 10 lokasi pelarangan penangkapan ikan sidat. Foto: Dok. KKP
ADVERTISEMENT
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencadangkan 10 lokasi kabupaten/kota sebagai kawasan pelarangan penangkapan ikan sidat. Langkah ini ditempuh dengan tujuan meningkatkan perlindungan terhadap ikan sidat.
ADVERTISEMENT
Pelarangan itu akan dituangkan dalam regulasi KKP, sebagai kerangka implementasi Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat.
Sepuluh lokasi tersebut yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Poso.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ridwan Mulyana mengatakan, adanya daerah larangan penangkapan ikan sidat dapat meningkatkan peluang migrasi ikan sidat dalam melanjutkan siklus reproduksinya secara alami.
"Pelarangan penangkapan ikan sidat di lokasi itu dalam segala stadia dan sepanjang waktu pada area/kawasan tertentu yang telah disepakati. Kita juga menggandeng partisipasi masyarakat karena merekalah yang memiliki peran lebih besar dalam proses ini," ujar Ridwan dalam keterangan resminya, Selasa (18/10).
ADVERTISEMENT
Ridwan mengatakan, menurut hasil riset laju eksploitasi sidat di Indonesia terindikasi lebih tangkap (overfishing) di Sungai Cimandiri di Jawa Barat, Sungai Malunda di Sulawesi Barat, serta Sungai Lasolo dan Sungai Lalindu di Sulawesi Tenggara.
KKP cadangkan 10 lokasi pelarangan penangkapan ikan sidat. Foto: Dok. KKP
"Hal ini terlihat dari semakin sedikit jumlah sidat yang tertangkap oleh nelayan, ditambah ukuran sidat yang tertangkap juga semakin mengecil," sambungnya.
Di Indonesia, sidat merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki nilai histori yang cukup penting. Keberadaan Sidat Borneo (Anguilla Borneensis) merupakan nenek moyang sidat di dunia dan Sidat Celebes (Anguilla Celebesensis) merupakan jenis asli alias endemik Indonesia.
"Tingginya permintaan produk perikanan sidat di pasar domestik dan pasar luar negeri, menjadikan kita semakin terpacu untuk mengelola sumber daya ikan sidat secara bijaksana guna menjamin kelestariannya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Haryono mengatakan, siklus hidup ikan sidat diperkirakan dapat mencapai 30 tahun dan berupaya hingga ribuan kilometer untuk memijah di laut dalam. Dengan siklus biologi yang demikian unik, daerah larangan penangkapan ikan sidat menjadi sangat mendesak untuk segera ditetapkan guna menambah upaya perlindungan bagi kelangsungan hidup ikan sidat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, menjaga kelestarian sumber daya ikan menjadi prioritasnya untuk mewujudkan ekonomi biru. Menurutnya, ekologi adalah panglima pembangunan sektor kelautan dan perikanan karena kesehatan ekosistem laut akan menghasilkan ekonomi yang berkelanjutan.
KKP cadangkan 10 lokasi pelarangan penangkapan ikan sidat. Foto: Dok. KKP

Ikan Sidat Masuk Kategori Terancam Punah

Ikan yang bentuknya mirip belut tersebut kini sudah masuk kategori ikan langka yang keberadaannya dilindungi. Sidat masuk daftar Apendiks II konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (CITES).
ADVERTISEMENT
Sementara di Indonesia yang notabene sebagai tempat populasi terbesarnya di dunia, sidat berstatus ikan dengan perlindungan terbatas berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80 Tahun 2020.
Data FishStat (2019) menunjukkan produksi sidat nasional dari 2012-2016 turun sebesar 18,24 persen. Dari yang tadinya 2.736 ton menjadi 1.063 ton.