Komisi VII Nilai Program Rice Cooker Gratis Gagal: Audit BPK & Copot Dirjen ESDM

25 Maret 2024 16:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deretan rice cooker di toko perabor elektronik. Foto: Azami Adiputera/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Deretan rice cooker di toko perabor elektronik. Foto: Azami Adiputera/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir, menilai program penyaluran Alat Masak Listrik (AML) atau rice cooker gratis gagal, sehingga meminta diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
ADVERTISEMENT
Nasir mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) tidak siap merealisasikan anggaran dan penyaluran program rice cooker gratis langsung di lapangan.
Adapun realisasi anggaran program ini sebesar Rp 176 miliar, jauh dari pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 322 miliar. Sebab, penyaluran rice cooker gratis yang terealisasi hanya 342.621 rumah tangga atau 68,5 persen dari target 500 ribu rumah tangga.
Distribusi atau penyaluran rice cooker gratis ini mencakup 36 provinsi, 325 kabupaten/kota, 2.460 kecamatan, dan 13 ribu desa/kelurahan oleh PT Pos Indonesia (Persero).
"Program AML ini proyek gagal menurut saya karena manajemen di kementerian ini enggak siap dan enggak ada orangnya, enggak bertanggung jawab tentang regulasi anggaran ini," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Senin (25/3).
Muhammad Nasir, Pimpinan Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Nasir menyebutkan, belum ada komunikasi antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM terkait keputusan distribusi oleh PT Pos Indonesia. Sebab, terdapat kesepakatan setiap anggota Komisi VII DPR membagikan 7.000 rice cooker gratis ke dapilnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
"Saran saya dari Fraksi Demokrat ini harus diaudit BPK. Supaya clear di mana letak tanggung jawab dan regulasi anggaran yang disiapkan negara untuk kepentingan masyarakat tadi," tegasnya.
Nasir menegaskan, tidak jelas pula penanggung jawab penyaluran rice cooker gratis ini di lapangan, apakah dari Kementerian ESDM atau Pos Indonesia. Padahal pagu anggaran program ini cukup besar hingga Rp 322 miliar.
"Jadi seperti proyek bodong-bodong ini, enggak bertuan, kita aja kelimpungan siapa yang koordinasi ini ujug-ujug yang hubungi kita orang kantor pos, ditanya lagi orang kantor pos sudah dibagi. Ini proyek apa? siapa yang ciptakan regulasi ini?" tuturnya.
Ilustrasi rice cooker. Foto: Jimmy Vong/Shutterstock
Beberapa anggota Komisi VII DPR mengeluhkan jatah rice cooker gratis yang diterima tidak sesuai dengan kesepakatan 7.000 unit. Misalnya Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyebutkan dapil Banten hanya mendapatkan 2.000 unit.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Anggota Komisi VII DPR RI Mercy Chriesty Barends juga mengeluh dapilnya hanya mendapatkan 2.000 unit dan Anggota Komisi VII DPR Andi Iwan Darmawan Aras hanya mendapatkan 4.000 unit.
"Semua komplain, Komisi VII semua komplain, 7.000 per satu anggota bagikan ke daerah semua gagal, berarti proyek ini gagal dan anggaran ke mana? Makanya saya minta ini harus audit BPK, menurut saya anggaran fiktif," tegas Nasir.
Selain itu, Nasir juga meminta agar Dirjen Gatrik Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu dicopot karena kurangnya manajemen dan koordinasi terkait penyaluran rice cooker gratis tersebut.
"Kami dari fraksi Demokrat usulkan diaudit BPK, Dirjen dicopot, dan regulasi seluruhnya dicopot karena enggak bisa jalankan anggaran yang sudah menjadi anggaran untuk disalurkan ke masyarakat, dan sistem administrasi yang dibangun Ditjen Gatrik amburadul alias tidak sesuai administrasi yang dijalankan Ditjen lain," pungkas Nasir.
ADVERTISEMENT