Komisi XI DPR Minta Sri Mulyani Gencar Tagih Piutang Pajak daripada Tambah Utang

26 Agustus 2020 12:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani (kiri) menghadiri Rapat Kerja bersama komisi XI di  Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani (kiri) menghadiri Rapat Kerja bersama komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani hari ini melakukan rapat dengan Komisi XI DPR RI. Pembahasannya mengenai laporan keuangan Kementerian Keuangan dalam APBN 2019.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang dibahas adalah mengenai piutang pajak. Hal ini juga yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pemerintah pusat 2019.
Dalam LHP 2019, BPK menyoroti saldo piutang perpajakan bruto pada neraca pemerintah pusat yang mencapai Rp 94,69 triliun. Piutang itu naik 16,22 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp 81,47 triliun.
BPK menilai sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan masih memiliki kelemahan, baik pada Ditjen Pajak maupun Ditjen Bea dan Cukai.
Sampai 31 Desember 2019, saldo piutang perpajakan pada Ditjen Pajak senilai Rp 72,63 triliun, sedangkan pada DJBC senilai Rp 22,06 triliun.
"Jadi bu, piutang kan ada banyak, kapan itu bisa ditagih, dibayarkan? Kan bisa tambah penerimaan, ketimbang nerbitin SBN. Cara apa saja yang akan dilakukan untuk piutang itu? Tahun ini dan 2021 kira-kira berapa piutang itu bisa ditagih?" kata Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Dolfie OFP dalam rapat di Komisi XI DPR RI, Rabu (26/8).
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah terus berupaya membenahi sistem pengendalian intern mengenai penatausahaan piutang perpajakan tersebut. Salah satunya dengan mengimplementasikan Revenue Accounting System (RAS) secara nasional mulai 1 Juli 2020.
Dia berharap ke depannya BPK tidak lagi memberikan temuan mengenai penatausahaan piutang perpajakan pada Ditjen Pajak maupun DJBC.
"Kami berharap RAS ini betul-betul meng-address isu pajak, yang memang selama saya menjadi Menteri Keuangan berkali-kali BPK menyampaikan pertanyaan dan temuan mengenai hal ini," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat penyampaian SPT elektronik di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dia menjelaskan, penerapan RAS diharapkan mampu memutakhirkan dan memvalidasi data piutang pada setiap transaksi, sehingga saldo piutang dapat diketahui secara real time. Sri Mulyani bilang, saldo piutang yang terlalu besar justru menunjukkan angkanya tidak akurat.
ADVERTISEMENT
"Kami berharap piutang akan mencerminkan kondisi yang paling update dan terkini, sehingga tidak menimbulkan potensi yang berlebihan atau angka-angka yang terlalu besar, yang tidak menunjukkan akurasinya," jelasnya.
Selain itu, Kemenkeu saat ini juga sedang menyusun prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) mengenai pencatatan dan mutasi piutang du Ditjen Bea Cukai.
Pencatatan mencakup berbagai dokumen pelengkap atas impor sementara yang masih terutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
"Dalam proses pembahasan sekarang ini, penyusunan SOP pencatatan dan mutasi piutang yang berasal dari dokumen pelengkap atas importasi pada DJBC," ujarnya.