Konflik dengan Erick Thohir soal Komisaris BUMN, Adian Napitupulu Buka-bukaan

23 Juli 2020 16:36 WIB
Aktivis 98 Adian Napitupulu menyampaikan pandangannya saat diskusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis 98 Adian Napitupulu menyampaikan pandangannya saat diskusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Perseteruan antara aktivis 98 yang juga anggota Komisi VII DPR RI, Adian Napitupulu, dengan Menteri BUMN Erick Thohir tentang kursi komisaris BUMN kian memanas.
ADVERTISEMENT
Adian buka-buka mengenai tuduhan dirinya bersama relawan meminta jabatan kursi komisaris BUMN ke Presiden Joko Widodo. Menurut dia, dirinya tidak pernah meminta jabatan tersebut. Sebaliknya, Jokowi yang meminta dirinya untuk menyerahkan nama-nama dari relawan, partai politik, atau aktivis 98 yang pantas menjadi komisaris di BUMN.
"Kalau diakatakan saya minta jatah komisaris, buktinya apa? Saya tidak pernah berkomentar dengan Erick Thohir, saya tidak pernah bertemu, WhatsApp, atau telponan usai pilpres. Tidak pernah. Kalau pilpres pernah bertemu itu wajar," kata dia dalam diskusi virtual Adian Napitupulu di Youtube, Kamis (23/7).
Adian menjelaskan, Jokowi meminta sejumlah nama untuk menjabat kursi komisaris BUMN, hal itu disampaikan dalam pertemuan pada 2018-2019 lalu. Ada tiga pertemuan Jokowi dengan para aktivis 98, Adian ikut hadir.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Pada pertemuan terakhir, yaitu 16 Juni 2019, Adian dan aktivis 98 lainnya mengungkapkan bahwa perjuangan Jokowi setelah menang Pilpres 2019 akan banyak tantangan. Mereka pun bertanya apa yang bisa dilakukan untuk Jokowi.
ADVERTISEMENT
Menurut Adian, kala itu Jokowi meminta aktivis 98 membantu dirinya. Ada banyak posisi yang bisa diisi mulai dari menjadi menteri, duta besar, hingga menduduki kursi direksi atau komisaris BUMN.
"Ada pidato terbuka juga di Hotel Sahid Jaya tentang kesempatan teman-teman 98 jadi menteri, duta besar, atau komisaris BUMN. Kita enggak minta, kita diminta dan ditawarkan. Kalau mau, (kata Jokowi) serahkan nama-namanya ke Mensesneg," ujar Adian.
Setelah pertemuan 16 Juni 2019 itu, tidak ada lagi pembahasan antara Jokowi dan Adian soal posisi kosong tersebut. Adian mengaku hanya bertemu Jokowi saat pelantikan Jokowi sebagai Presiden Indonesia untuk kedua kalinya, 20 Oktober 2019.
"Tiba-tiba 30 Oktober, saya dapat WhatsApp dari Istana, meminta longlist (daftar panjang) untuk komisaris dan dubes. 2-3 hari saya antar (berikan nama-nama itu). Nah, saya enggak mau seolah-olah kita meminta, tapi diminta," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Adian Napitupulu juga mengatakan, nama-nama yang diminta tersebut bukan dipilih secara asal. Menurut dia tetap mempertimbangkan syarat standar mulai dari pendidikan dan kemampuan lainnya. Dia percaya nama-nama tersebut bisa diandalkan.
Selain itu, masih menurut Adian, Jokowi meminta nama-nama tersebut berasal dari perwakilan setiap daerah untuk kursi komisaris BUMN. Alasannya, karena harus ada perwakilan putra daerah di mana BUMN tersebut beroperasi.
Hal tersebut juga pernah diminta Jokowi ke Adian usai terpilih menjadi Presiden RI di periode pertama, 2014 silam. Ada 12-13 provinsi yang tersebar. Sebab selama ini, menurut Adian, yang terjadi adalah bisnis perusahaannya dilakukan di daerah, tapi kantornya di Jakarta, begitu pun komisarisnya.
"Kenapa ini jadi penting? Andai ada 2.000 komisaris tapi semua tinggal di Jakarta, kalau tiap komisaris rapat 4 kali dalam sebulan biayanya Rp 20 juta per orang dikalikan 2.000? Rp 40 miliar per bulan. Jadi ini bagaimana agar hemat anggaran," ujar Adian.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.