Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Indonesia menjadi negara dengan sumber daya alam yang melimpah di berbagai sektor, tak terkecuali pertambangan . Potensi mineral seperti nikel Indonesia menempati posisi ketiga di tingkat global. Emas Indonesia bahkan memberikan kontribusi sekitar 39 persen atas cadangan dunia. Tak hanya itu, beberapa jenis mineral lain seperti perak, tembaga, dan batu bara, memiliki tingkat volume hasil tambang yang selalu masuk dalam peringkat 10 besar dunia.
Menurut sebuah penelitian dari Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, kondisi ini merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi. Sebab, ketersediaan sumber daya mineral dapat digunakan oleh pemerintah serta penduduk setempat, sebagai sumber pendapatan daerah dengan potensi untuk menciptakan peluang bisnis dan menciptakan lapangan kerja.
Meski begitu, dalam menghadapi revolusi industri 4.0, sektor pertambangan tak terlepas dari berbagai tantangan. Mulai dari meningkatnya tuntutan untuk memberikan nilai tambah mineral dan batu bara, hingga minimnya greenfield eksploration dalam 10 tahun terakhir. Padahal, kegiatan eksplorasi mampu memberikan manfaat ekonomi langsung dari penjualan komoditas tambang, sekaligus memberikan manfaat utilitas produk. Sebab mineral tambang yang dihasilkan bisa menjadi bahan baku untuk pembuatan berbagai produk yang digunakan pada kehidupan masyarakat.
Karenanya, guna mengatasi tantangan tersebut, diperlukan praktik penambangan yang baik dan berkelanjutan. Dalam Undang- Undang atau UU No.3 tahun 2020 tentang perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara terdapat lima aspek penting yang harus diperhatikan agar kegiatan pertambangan berjalan baik, benar, dan berkelanjutan. Lima aspek tersebut yaitu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pertambangan, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk reklamasi dan pasca tambang.
Aspek lain yang juga krusial ialah usaha konservasi sumber daya mineral dan batu bara. Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan harus baik, serta memenuhi baku mutu lingkungan. Itu artinya, dalam menjalankan bisnis, perusahaan tambang memiliki tanggung jawab sosial terhadap kelompok masyarakat yang terdampak atas operasional tambang .
Peran PTFI Membangun Papua
Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di sektor tambang, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah bekerja sama dengan Fakultas Pertanian dari Universitas Papua untuk melaksanakan penelitian terkait pemanfaatan lahan tailing PTFI, pada lahan produktif bagi tanaman pangan di Mimika. Hasilnya, lahan tailing PTFI dapat dimanfaatkan sebagai lahan tumbuh yang aman untuk berbagai jenis tanaman pangan. Sayur-mayur dan buah yang ditanam juga memiliki kualitas yang tidak kalah dan aman dikonsumsi didukung proses pemupukan dan pemberantasan hama secara alami.
Tak hanya itu, hampir lima dekade PTFI menjalin kerja sama dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional. Sejak 1992, PTFI telah berkontribusi pada Pendapatan Domestik Bruto Nasional sebesar lebih dari USD 60 miliar dan menginvestasikan USD 7,7 miliar untuk infrastruktur.
Berdasarkan kajian LPEM UI terkait dampak ekonomi dari operasi PTFI di Papua dan Indonesia tahun 2018, PTFI telah membiayai lebih dari 50 persen program Pengembangan Masyarakat Sektor Tambang di Indonesia, membentuk 44 persen pemasukan rumah tangga di Papua, dan membayar 1,7 persen dari total APBN. PTFI juga telah menciptakan 208.000 kesempatan kerja di Papua dan Indonesia.
Salah satu titik balik pembangunan di wilayah Mimika, Papua, adalah saat penemuan deposit mineral dan potensi tambang oleh para ahli geologi yang dihadirkan PTFI. Hingga 2019, total dana pengembangan masyarakat mencapai USD 1,73 miliar. Dana tersebut dialirkan ke dalam empat sektor, yaitu kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur guna mendukung pemerintah dalam membangun ekonomi masyarakat dan SDM unggul di Papua .
Pada bidang kesehatan, PTFI membangun dan mengoperasikan dua rumah sakit, tiga klinik umum, dan dua klinik spesialis yang memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk masyarakat. Hal ini didukung pada dengan pembangunan infrastruktur oleh PTFI, yaitu sebanyak 3.200 unit rumah, fasilitas umum, dan fasilitas sosial dibangun sejak 1997. Tak hanya itu, 2 lapangan terbang perintis di Desa Tsinga dan Aroanop juga menjadi bukti pembangunan infrastruktur oleh PTFI.
Sementara itu, pada bidang pendidikan, PTFI memberikan 11.000 beasiswa sejak 1996, mendirikan serta mengelola lima asrama. Institut Pertambangan Nemangkawi menjadi sebuah lembaga pendidikan yang didirikan dan dikelola oleh PTFI. Dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) melalui program pra-magang, magang, pendidikan untuk dewasa, dan Administrasi Niaga D3, Institut Pertambangan Nemangkawi telah membawa 2.764 siswa bekerja di PTFI dan kontraktornya.
Pada bidang ekonomi, PTFI menginisiasi program Ekonomi Mandiri dan Dana Bergulir Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) dengan total bantuan Rp 256,4 miliar untuk 6.683 kelompok usaha. Tak hanya itu, PTFI juga melakukan pendampingan UMKM pada 182 pelaku UMKM yang 54 persennya merupakan perempuan. Program Pengembangan Ekonomi Berbasis Desa dengan mengelola 219 Ha lahan kakao, 35 Ha lahan kopi, 200 Ha lahan kelapa, dan 80.000 ekor ayam ternak juga digerakkan sebagai wujud pemberdayaan masyarakat Papua.
Per Desember 2019, PTFI telah menyerap 29.201 tenaga kerja. Sejak tahun 1996, PTFI juga telah berkomitmen untuk melipatgandakan jumlah karyawan asli Papua yang memegang posisi manajemen strategis. Sebanyak 9 orang asli Papua memegang jabatan Vice President dan 60 manager serta karyawan senior merupakan asli Papua. Pada awal tahun 2020, Menteri BUMN, Erick Thohir mengangkat putra Papua, Claus Wamafma, sebagai Direktur PTFI.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan PT Freeport Indonesia