KPPU Dalami Dugaan Kartel di Industri Nikel

12 November 2021 19:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pekerja melakukan proses peleburan nikel di Soroako, Sulawesi Selatan. Foto: AFP/BANNU MAZANDRA
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja melakukan proses peleburan nikel di Soroako, Sulawesi Selatan. Foto: AFP/BANNU MAZANDRA
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mendalami dugaan persaingan usaha tak sehat atau kartel pada industri nikel. Produsen nikel diduga menjual harga yang lebih murah dari yang seharusnya ke industri smelter.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut berhubungan dengan pemerintah yang melarang ekspor bijih nikel dalam rangka hilirisasi. Hasilnya, para penambang nikel kini hanya bisa menjual hasil tambangnya di dalam negeri.
KPPU kemudian mendapat laporan adanya kemungkinan permainan harga oleh smelter kepada perusahaan penambang nikel. Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengatakan, ini terjadi pada proses pengujian kadar nikel yang hasilnya berbeda.
"Informasi yang kita peroleh terdapat perbedaan kadar berdasarkan hasil survei oleh penambang dengan surveyor yang digunakan perusahan smelter atau trader. Akhirnya pada saat terjadi perbedaan selisih mempengaruhi terhadap harga nikel yang diterima perusahan penambang," jelas Gopprera dalam diskusi virtual, Jumat (12/11).
"Terkadang cukup jauh juga selisih dari hasil hitungan antara surveyor penambang dan hasil perusahaan smelter," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, perusahaan penambang memiliki surveyor yang ditunjuk untuk mengukur kadar nikel sebelum dikirim. Kemudian pada saat sampai di pelabuhan bongkar, perusahaan smelter juga menunjuk surveyor untuk melakukan analisis atau sampling untuk menguji kadar nikel.
"Posisi perusahaan penambang lebih tidak kuat karena dengan menggunakan hasil analisis surveyor hitungan kadar nikel yang digunakan perusahaan smelter tadi cukup rendah dari hasil surveyor perusahaan penambang. Akhirnya harga yang diterima lebih rendah menurut penambang," jelasnya.
Dari informasi sementara yang didapat KPPU, diketahui perusahaan smelter banyak menggunakan surveyor yang sama yang di dalamnya bisa jadi ada permainan kesepakatan harga. Namun hal ini masih dalam pendalaman lebih lanjut.
"Ada dugaan saat ini kekuatan yang dimiliki perusahaan smelter tadi yang digunakan untuk menekan harga beli bijih nikel dari penambang. Sementara posisi mereka cukup sulit karena mereka tidak ada pilihan untuk menjual bijih nikel selain ke perusahaan smelter selain yang ada di Indonesia," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Nanti kita akan dalami dari perilaku perusahaan smelter apakah ada dugaan, karena beberapa perusahan smelter berdasarkan informasi yang kita peroleh, ada satu surveyor banyak digunakan perusahaan smelter yang ada. Apakah penunjukan terhadap pada satu surveyor ini," tambahnya.
Dia tak menutup kemungkinan adanya dugaan kartel dalam kasus ini.
"Tidak menutup kemungkinan apakah ada dugaan pelanggaran pasal yang ada di UU nomor 5, selain contohnya ada oligopsoni, apakah juga ada kartel nanti kita lihat," tutupnya.