Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kronologi Kisruh Pengelolaan Bandara Halim antara TNI AU, AP II, dan ATS
22 Juli 2022 16:05 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Menyambut rencana pembukaan kembali Bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial September mendatang, diwarnai mencuatnya kasus pengelolaan antara Induk Koperasi TNI AU , PT Angkasa Pura II (Persero), dan PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS).
ADVERTISEMENT
"Serah terima tersebut sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 527/PK/Pdt/2015," jelas Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah dalam keterangan resminya kepada kumparan, Kamis (21/7).
Kronologi Kasus Pengelolaan Bandara Halim
Merujuk pada Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 527/PK/Pdt/2015, kasus ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Mulanya Induk Koperasi TNI AU (INKOPAU-PUKADARA) dan ATS melakukan Nota Kesepakatan tentang Pengelolaan Bersama aset tanah di Bandara Halim Perdanakusuma ditandatangani TNI AU dan ATS pada 12 Mei 2004. Saat itu, ATS diwakili oleh Edward Sirait yang merupakan petinggi Lion Air Group.
ADVERTISEMENT
Lalu pada 28 Juli 2004, mereka berdua menandatangani Memorandum Kesepakatan Bersama tentang Pemanfaatan Aset TNI Angkatan Udara berupa tanah seluas 19 hektar yang terletak di Bandara Halim Perdanakusuma beserta fasilitas penunjangnya.
Atas dasar Memorandum Kesepakatan tersebut, pada 10 Februari 2006, keduanya membuat dan menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Aset TNI Angkatan Udara berupa tanah seluas 21 hektar di Bandara Halim Perdanakusuma.
Untuk bisa mengelola bandara tersebut, ATS membayar Rp 17,82 miliar kepada Induk Koperasi TNI AU. Rinciannya, Rp 7,03 miliar untuk kompensasi, Rp 8,44 miliar untuk kontribusi tahunan sejak tahun 2006-2007, dan Rp 2,34 miliar untuk pembayaran sewa ke kas negara tahun 2006/2007. Dengan membayar Rp 17,8 miliar, ATS mendapatkan kontrak hak kelola selama 21 tahun atau hingga 10 Februari 2031.
ADVERTISEMENT
"Akan tetapi sejak dibuat dan ditandatangani Perjanjian ini sampai diajukannya gugatan ini, Tergugat I (TNIA AU) tidak menyerahkan Obyek Perjanjian kepada Penggugat (ATS)," demikian isi PK MA Nomor 527/PK/Pdt/2015 dikutip kumparan, Jumat (22/7).
Merasa kecewa, ATS lalu menggugat TNI AU pada 2010, waktu di mana seharusnya mereka mulai mengelola bandara tersebut. ATS juga meminta TNI AU memperpanjang masa kontrak bandara hingga 10 Februari 2035 atau bertambah 4 tahun.
ATS mengaku sudah memberitahu AP II yang mengelola Bandara Halim mengenai hal ini. Bahkan ATS mengajak AP II untuk kerja sama memanfaatkan tanah dan obyek perjanjian di bandara tersebut.
"Akan tetapi Tergugat II (AP II) tidak merespons secara positif dengan tindakan konkret untuk menanggapi maksud atau itikat baik Penggugat, akan tetapi Tergugat II bahkan tetap menguasai atau mengelola lahan dan/atau apa saja yang berdiri di atas Obyek Perjanjian tanpa alas hak yang sah atau tanpa izin dari Penggugat sebagai pemilik hak kelola atau memanfaatkan atas tanah dimaksud yang berakibat hak Penggugat tersebut dilanggar oleh Tergugat II," lanjut isi PK.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, ATS menyebut TNI AU melakukan wan prestasi terhadap kontrak mereka dan AP II dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.
AP II Gugat Balik ATS
Tak terima digugat ATS, AP II pun mengajukan eksepsi. Saat itu, Direktur Utama AP II adalah Budi Karya Sumadi yang sekarang menjabat sebagai Menteri Perhubungan.
AP II membantah, menyangkal, dan menolak seluruh dalil ATS dalam gugatannya. Dalam eksepsinya, AP II menilai gugatan ATS ceroboh dan kabur sebab yang digugat justru ATS sendiri sebagai subjek hukum lantaran Induk Koperasi TNI AU sebagai Tergugat I memegang 20 persen saham ATS. Sementara 80 persen saham ATS kala itu punya PT Wings Abadi.
Tak hanya itu, AP II menilai gugatan yang diajukan ATS tidak lengkap karena tidak mengaitkan kasus ini dengan TNI AU (hanya Induk Koperasi TNI). ATS juga dinilai ceroboh tidak mengikutsertakan Menteri Keuangan hingga Menteri Pertahanan.
ADVERTISEMENT
AP II Layangkan Bukti: Izin Kelola 50 Tahun dari TNI AU hingga Kemenkeu
AP II juga melampirkan sejumlah bukti untuk menguatkan perusahaan yang seharusnya mengelola Bandara Halim Perdanakusuma. Bukti yang disodorkan adalah adanya kesepakatan antara AP II dan TNI AU pada 31 Januari 2011terkait pemanfaatan Halim Perdanakusuma sebagai salah satu Pangkalan Udara milik TNI AU untuk digunakan bersama sebagai Bandar Udara, dengan jangka waktu pemanfaatan paling lama selama 50 tahun.
Bahwa Pemohon PK (AP II) mempunyai bukti baru (novum) berupa Kesepakatan Bersama Nomor: KB/4/I/2011, AU/833/KUM.18/I/ 2011, SP.06/HK.09.01/2011/DU, PJJ.04.07.01/00/01/2011/010 tanggal 31 Januari 2011 tentang Pengaturan Penggunaan Bersama Pangkalan Udara dan Bandar Udara, antara TNI Angkatan Udara (berdasarkan Surat Perintah Kasau Nomor Sprin/1649/XII/2010 tanggal 27 Desember 2010 diwakili oleh Sukirno KS, S.E., M.M., Pangkat Marsekal Madya TNI, selaku Wakil Kepala Staf Angkatan Udara), dengan Ditjend Perhubungan Udara (diwakili oleh Herry Bakti selaku Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan), P Angkasa Pura I (Persero) (berdasarkan persetujuan dari Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham melalui Surat Nomor S-607/MBU/2010 tanggal 28 September 2010, diwakili oleh Tommy Soetomo selaku Direktur Utama), dan PT Angkasa Pura II (Persero) (berdasarkan persetujuan dari Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham melalui Surat Nomor S-605/MBU/2010 tanggal 28 September 2010, diwakili oleh Tri S. Sunoko selaku Direktur Utama).
ADVERTISEMENT
Adapun isi Kesepakatan Bersama tersebut pada pokoknya sebagai berikut:
1.Bentuk kerja sama antara TNI AU dengan Pemohon PK adalah kerja sama pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) TNI AU pada Pangkalan TNI AU yang digunakan bersama sebagai bandar udara;
2. Pemanfaatan BMN berupa tanah TNI AU untuk bandar udara tidak mengubah status tanah sebagai tanah TNI AU;
3. Jangka waktu kerja sama pemanfaatan BMN berupa tanah TNI AU untuk bandar udara paling lama selama 50 (lima puluh) tahun, dan dapat diperpanjang atas kesepakatan para pihak setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan;
MA Tolak Bukti Baru AP II dan Seluruh Gugatan Terhadap ATS
Di bagian akhir salinan PK MA ini, hakim akhirnya menolak Permohonan Peninjauan Kembali AP II sebab bukti yang diajukan BUMN tersebut dianggap tak kuat melawan perjanjian antara ATS dan TNI AU yang dilakukan pada 2006.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan yang menguatkan adalah izin yang dikantongi AP II diteken pemerintah pada 2010-2011, sementara PT ATS mendapatkan kontrak hak kelola dari TNI AU pada 2006.
"MENGADILI: Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. ANGKASA PURA II tersebut; Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi I/ Pembanding I/Tergugat II untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sejumlah Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)," demikian putusan PK MA tersebut.
Meski putusan PK MA atas kasus ini sudah ditetapkan pada 2016, ATS baru mendapatkan haknya mengelola Bandara Halim Perdanakusuma per Kamis (21/7) yang diserahkan TNI AU.