Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kronologi Penunjukan Bakrie di Proyek Pipa Gas Cisem yang Dinilai Cacat Hukum
24 Agustus 2021 7:50 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Proyek pipa gas transmisi dari Cirebon-Semarang senilai Rp 2,89 triliun yang lelangnya ditetapkan 2006 lalu penuh dengan drama. Terbaru, Kementerian ESDM menilai penunjukan PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) cacat hukum.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan Kepala BPH Migas yang baru, Erika Retnowati. Menurut dia, temuan tersebut berdasarkan kajian hukum Kementerian ESDM.
"Terus terang saja, dari Biro Hukum Kementerian ESDM sudah lakukan kajian terhadap legalitas terhadap penunjukan BNBR sebagai pemenang lelang kedua dan menurut kajian hukum itu cacat hukum," kata Erika Retnowati, Kepala BPH Migas, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (23/8).
Adapun penunjukan PT Bakrie and Brothers Tbk di proyek tersebut dilakukan BPH Migas periode lama di bawah kepengurusan Fanshurullah Asa. Seperti apa kronologinya?
Perusahaan Bakrie Ditunjuk Karena Rekind Mengundurkan Diri
Proyek pipa gas Cisem sebenarnya dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind), anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) pada 2006. Namun, selama 15 tahun digarap Rekind, proyek ini tak kunjung selesai.
ADVERTISEMENT
Setelah 15 tahun proyeknya mangkrak, Rekind pun mengundurkan diri tahun lalu sebagai pemegang Hak Khusus Ruas Transmisi Gas Bumi Cisem kepada BPH Migas melalui surat Direktur Utama PT Rekayasa Industri Nomor 357/10000-LT/X/2020 tanggal 2 Oktober 2020.
Di sisi lain, BNBR merupakan pemenang kedua dalam lelang 2006 lalu. Karena itulah, BPH Migas yang dikepalai Fanshurullah Asa menunjuk BNBR melanjutkan proyek tersebut. BNBR pun menyampaikan pernyataan minat proyek Cisem secara tertulis berdasarkan surat Direksi BNBR tanggal 13 November 2020.
BNBR juga telah menyatakan bersedia memberikan Jaminan Pelaksanaan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak BNBR ditetapkan oleh BPH Migas sebagai calon Pemenang Lelang. BNBR meminta agar Jaminan Pelaksanaan sebesar 0,2 persen dari nilai investasi mengacu pada dokumen penawaran pada saat lelang tahun 2006.
ADVERTISEMENT
“Setelah rapat tersebut BNBR menyampaikan kesanggupan untuk melanjutkan pembangunan pipa Cisem sesuai ketentuan dan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen penawaran pada saat lelang sesuai surat BNBR tertanggal 3 Desember 2020,” kata Fanshurullah Asa melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip kumparan, Sabtu (19/12).
BPH Migas dan Menteri ESDM Beda Arah
Keputusan yang diambil BPH Migas menunjukkan BNBR untuk meneruskan proyek pipa gas Cisem ini direspons Kementerian ESDM , namun beda arah. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengeluarkan surat Nomor T-133/MG.04/MEM.M/2021 pada 1 April 2021. Isi surat tersebut menyatakan bahwa "Sesuai Pasal 3 dan Pasal 4 PP No. 36 Tahun 2004 bahwasanya untuk membangun pipa gas bumi ruas transmisi Cirebon-Semarang dilaksanakan dengan skema APBN.
ADVERTISEMENT
Namun saat itu, Fanshurullah tetap pada keputusannya dan menegaskan Peraturan Presiden (Perpres) No.79 tahun 2020 telah menyebutkan bahwa pengerjaan proyek ini tidak dengan dana APBN. Dia pun tidak mencabut keputusannya saat itu dan akan melaporkannya ke Presiden Jokowi.
Fanshurullah Asa juga tetap pada keputusannya karena menurut dia pemenang lelang urutan kedua dan/atau ketiga yang di kemudian hari ditetapkan sebagai pemenang lelang dalam rangka pemberian Hak Khusus, tentu harus dapat memenuhi persyaratan sesuai hukum positif yang berlaku saat ini yaitu Peraturan BPH Migas No. 20 Tahun 2019 tentang lelang Ruas Transmisi dan/atau WJD Gas Bumi dalam Rangka Pemberian Hak Khusus.
Beberapa Pertimbangan Kenapa Cacat Hukum
Berdasarkan kajian hukum Kementerian ESDM, keputusan BPH Migas menunjuk BNBR di proyek pipa gas Cisem cacat hukum karena beberapa pertimbangan seperti diungkapkan Erika kemarin.
ADVERTISEMENT
Pertama, Peraturan BPH Migas No. 20 Tahun 2019 tentang lelang Ruas Transmisi dan/atau WJD Gas Bumi dalam Rangka Pemberian Hak Khusus tidak berlaku surut, sehingga tidak bisa digunakan saat ini.
Kedua, kondisi keekonomian saat proyek tersebut dilelang 2006 sangat berbeda dengan sekarang. Ketiga, penunjukan pemenang kedua (BNBR) bisa dilakukan manakala pemenang pertama (Rekind) mundur pada saat dia ditunjuk pada 2006, di saat pengerjaan proyek belum dilakukan. Faktanya, Rekind sudah memulai proyek tersebut, meski tak kunjung selesai hingga 15 tahun lamanya.
"Artinya penunjukan ini (BNBR) tidak pas, harusnya kalau Rekind mundur saat ditunjuk (2006) dan belum lakukan pekerjaan, itu bisa. Tapi kan Rekind sudah menyanggupi dan groundbreaking, kemudian mundur. Nah ini enggak bisa lagi selain aturan yang digunakan aturan 2019 yang tidak berlaku surut," kata Erika.
BPH Migas yang Baru Pastikan Pipa Gas Cisem Pakai Dana APBN
ADVERTISEMENT
Sebagai pengurus BPH Migas yang baru, Erika mengatakan pihaknya sudah mempelajari kajian Kementerian ESDM ini dan butuh penguatan lagi dari berbagai pihak, termasuk memastikan proyek Pipa Cisem akan menggunakan APBN tahun depan.
Untuk itu, BPH Migas di bawah komandonya, akan segera melakukan Focus Discussion Group (FGD) dengan banyak pihak seperti Jamdatun, BPK, BPKP, LKPP, hingga KSP untuk membahas proyek ini.
"Kami ingin dengar bagaimana pendapat mereka supaya kami tidak salah langkah. Setelah FGD, kami butuh dokumen tertulis. Ini yang kami butuhkan legal opinion dari Jamdatun. Setelah itu kami baru bisa ambil keputusan," ujarnya.
Dia juga memastikan proyek pipa gas transmisi Cirebon-Semarang (Cisem) menggunakan dana APBN 2022 Rp 1 triliun. Proyek ini dimulai 2006, namun pembangunannya mangkrak 15 tahun.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, semula proyek ini diusulkan seluruhnya pakai dana APBN 2022 dan APBN 2023. Namun, melihat kondisi keuangan negara saat ini, proyek akan didanai APBN tahun depan saja.
"Untuk 2022 pasti pake APBN tapi ruasnya dibagi dua yaitu Semarang-Batang karena ini urgent, sebab kawasan industri Batang sudah akan digunakan. Lalu ruas dari Batang-Cirebon ini ada opsi APBN atau KPBU (Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha), tapi belum diputuskan," katanya.