Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Kualitas Kakao RI Kalah Dibanding Ghana dan Pantai Gading
12 Februari 2018 19:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
![Buah kakao di Dusun Kakao Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1512034607/hej3pbjdexbwuifwrzry.jpg)
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga dunia di bawah Ghana dan Pantai Gading. Namun, produksi kakao Indonesia terus merosot. Pernah mencapai 700 ribu ton di 2006, kini produksi kakao Indonesia merosot tajam menjadi hanya sekitar 280 ribu ton.
ADVERTISEMENT
Selain kalah dari segi produksi, kualitas kakao Indonesia juga di bawah kakao dari Pantai Gading dan Ghana. Warna coklat dari kakao lokal tidak muncul pekat. Aromannya pun tidak begitu keluar.
"Selain itu, ada satu proses yang tak dilakukan petani kakao lokal kebanyakan saat panen, yakni fermentasi. Hal ini menyebabkan mutu kakao tidak bagus. Hanya di Indonesia yang tidak melakukan fermentasi sehingga secara mutu kita sudah SNI (Standar Nasional Indonesia) tapi di bawah standar kakao internasional," kata Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), Zulhefi Sikumbang, kepada kumparan (kumparan.com), Senin (12/2).
Jadi, kata Zulhefi, yang selama ini dijual petani adalah biji kakao kering yang belum difermentasi. Terlewatinya proses penting ini diakui Zulhefi membuat pabrik cokelat di dalam negeri lebih suka kakao impor.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang membedakan kakao lokal dengan impor dari Afrika adalah ukuran buahnya. Zulhefi menyebut ukuran kakao Indonesia kebanyakan lebih kecil dibanding kakao asal Ghana dan Pantai Gading.
"Belum lagi kebun kita banyak sampah karena petaninya enggan membersihkan sisa pemangkasan ranting dan kulit sisa panen, malah ditumpuk di bawah pohon yang bikin sumber penyakit," katanya.
Saat ini, kebutuhan kakao untuk industri di dalam negeri mencapai 800 ribu ton, sementara produksi lokal di bawah 300 ribu ton. Untuk menutupinya, tahun lalu pemerintah membuka impor 200 ribu ton kakao atau naik 90% dibanding 2016 yang sebesar 110 ribu ton. Tahun ini, Zulhefi memperkirakan impor kakao akan menembus 250 ribu ton sementara produksi lokal hanya 200 ribu ton.
ADVERTISEMENT