Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Laba Bank Kelas Menengah Mulai Tergerus Kenaikan Biaya Dana
19 November 2024 14:56 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), biaya dana perbankan nasional naik sebesar 3 basis poin (bps) menjadi 3,71 persen per Agustus 2024. Kenaikan biaya dana terjadi seiring dengan tren berlanjutnya kenaikan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) rupiah yang berlangsung sejak Juli 2023.
Namun demikian, biaya dana naik sebesar 23 bps sejak Januari-Agustus 2024, tergolong lebih moderat jika dibandingkan dengan kenaikan sebesar 39 bps sejak Januari-Agustus 2023.
Sebagai contoh, bank dengan KBMI 3 yang masih bertengger di posisi 10 terbesar dari segi aset, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, mencatat penurunan laba bersih sebesar 8,96 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 2,33 triliun per September 2024.
Sementara dari pendapatan bunga, Bank Danamon masih membukukan pertumbuhan sebesar 18,48 persen per kuartal III 2024. Namun, beban bunganya meningkat lebih tinggi, yakni 51,11 persen (yoy), sehingga pendapatan bunga bersihnya (net interest income) tumbuh sebesar 4,89 persen.
Hal serupa terjadi pada PT Bank Maybank Indonesia Tbk, yang berada di peringkat 14 terbesar dari segi aset. Pada kuartal III 2024, Maybank Indonesia mencatat penurunan laba bersih sebesar 55,2 persen (yoy) menjadi Rp 558 miliar.
ADVERTISEMENT
Bank KBMI 3 tersebut masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 10,2 persen menjadi Rp 9,65 triliun per akhir September 2024. Namun, beban bunganya mencuat sebesar 29,1 persen menjadi Rp 4,32 triliun, sehingga menekan pendapatan bunga bersihnya yang menurun 1,5 persen.
Sejumlah pengamat telah menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penyebab penyusutan laba di sejumlah bank di Indonesia. Selain karena suku bunga acuan yang belum turun banyak pada tahun ini, beberapa tekanan eksternal seperti kondisi geopolitik yang memanas, inflasi global, dan nilai tukar rupiah yang melemah masih terus memengaruhi kinerja laba perbankan.
Di tengah kondisi tersebut, perbankan masih harus berebut dana murah untuk dapat memperbaiki struktur biaya dana mereka. Problemnya, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) secara nasional pun sulit mengejar pertumbuhan kredit yang masih double-digit.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan DPK industri perbankan nasional per September 2024 tercatat sebesar 7,04 persen (yoy) menjadi Rp 8.720 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan meningkat 10,85 persen (yoy) menjadi Rp 7.579 triliun pada periode yang sama.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, kondisi tersebut terjadi karena dunia usaha sebetulnya tengah bergerak.
“Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit mencerminkan kebutuhan ekspansi usaha yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan menyimpan dana yang coba mencerminkan normalisasi dunia usaha,” ujar Dian dalam RDK OJK November 2024, Jumat (1/11).
Secara umum, bank-bank papan atas dan menengah masih optimistis bahwa mereka mampu mencatat pertumbuhan DPK di atas rata-rata industri. Salah satunya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), dengan pertumbuhan DPK-nya mencapai 16,4 persen (yoy) menjadi Rp 373,8 triliun hingga Agustus 2024.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyebutkan, pertumbuhan DPK BTN masih berpotensi tumbuh di atas industri hingga akhir tahun. BTN juga menjadi bank yang terus berupaya memperbaiki struktur pendanaannya agar bisa semakin meningkatkan dana murah dan memperbaiki marginnya.
Nixon menjelaskan, BTN merupakan bank yang berbeda dengan bank-bank pada umumnya, karena tugas yang diemban BTN sebagai bank pelaksana penyaluran KPR subsidi yang suku bunganya dipatok maksimal di level 5 persen untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Dengan mayoritas portofolio disalurkan untuk KPR subsidi, kata Nixon, BTN tidak bisa serta-merta menaikkan suku bunga kredit untuk mengkompensasi kenaikan biaya dana.
“BTN memang bank yang berbeda, dalam arti NIM BTN tidak akan sampai di atas 4 persen atau bahkan 5 persen, karena suku bunga FLPP itu dipatok di maksimal 5 persen. Dengan suku bunga yang sudah dibatasi, NIM BTN akan berada di sekitar 3,2 persen hingga 3,5 persen,” ujar Nixon saat Raker dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (13/11).
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, BTN tidak tinggal diam untuk meningkatkan perolehan dana murahnya. Salah satu langkah yang diambil yaitu melakukan transformasi digital melalui pengembangan aplikasi BTN Mobile yang dalam kurun waktu satu tahun mampu menarik dua juta pengguna dengan jumlah transaksi yang mencapai tiga juta per harinya.
“Perkembangan di dunia digital memang luar biasa dan BTN sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Hal yang membedakan kami dengan bank-bank BUMN lainnya adalah, BTN Mobile fokus pada konten KPR. Yang lebih menarik lagi, hari ini sudah banyak pembelian rumah yang dilakukan secara online. Tahun lalu, transaksi pembelian rumah secara online nilainya sudah mencapai triliunan rupiah,” pungkasnya.