Labelisasi 'Bebas Minyak Sawit' Rugikan Industri, Pemerintah Indonesia Melawan

16 September 2020 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
ADVERTISEMENT
Gerakan labelisasi Palm Oil Free atau label bebas minyak sawit yang dilakukan berbagai pihak di seluruh dunia, dinilai membebani industri kelapa sawit termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar, mengatakan persoalan label bebas minyak sawit ini tidak saja merugikan industri sawit, namun juga merugikan Indonesia secara umum.
"Yang dirugikan dengan kesalahan para pelaku labeling itu adalah Republik Indonesia. Bukan stakeholder sawit Indonesia semata, tapi Republik Indonesia," kata Mahendra, dalam INAPalmOil Talkshow, Rabu (16/9).
Menurut Mahendra, adanya labeling tersebut memunculkan persepsi dan informasi yang menyesatkan, serta merugikan reputasi Indonesia secara umum.
Mahendra mengakui jika isu labelisasi bebas minyak sawit bukan isu baru. Namun, isu ini justru semakin berkembang. Hal inilah yang harus terus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia.
Awalnya, kata dia, labelisasi bebas minyak sawit dikaitkan dengan isu kesehatan. Minyak sawit dinilai memiliki saturated fat yang tidak baik bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi terus menerus.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahendra Siregar, anggapan ini sudah dibantah dengan bukti ilmiah. Sehingga jika ada yang masih menggunakan klaim minyak sawit tidak baik bagi kesehatan, informasi tersebut menyesatkan konsumen.
Wamenlu Mahendra Siregar saat Peresmian Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI dengan Parlemen Negara sahabat. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Namun belakangan, kata Mahendra, labelisasi bebas minyak sawit merambah ke isu deforestasi. Awalnya isu ini dibawa oleh kelompok tertentu.
Di Eropa lebih dikenal sebagai kelompok Green yang terdiri dari para aktivis LSM. Kelompok tersebut sekarang sudah mendirikan partai, yaitu Partai Hijau sehingga isu ini pun masuk ke dalam mainstream politik di Eropa.
"Ada juga ekstrem kanan yang memang berangkatnya dari proteksionisme kepada produk dalam negeri mereka. Sehingga kemudian dilihat ini adalah peluang untuk proteksi diri dengan menggunakan label-label itu," ujarnya.
Untuk itu, dia menegaskan pemerintah Indonesia berkomitmen melawan kampanye hitam tersebut. Sebab melawan kampanye hitam ini juga menjadi tanggung jawab pemerintah tidak hanya industri saja.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah kewajiban tanggung jawab kita semua. Karena yang dirugikan adalah Indonesia secara menyeluruh. Harus kita sikapi dengan lebih up to date," katanya.