Lemak hingga Baja Jadi Komoditas Ekspor Unggulan RI di Tengah Corona

22 Juli 2020 11:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat melakukan konferensi pers. Foto: Humas Kemendag
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat melakukan konferensi pers. Foto: Humas Kemendag
ADVERTISEMENT
Aktivitas ekspor Indonesia terhambat karena adanya pandemi virus corona. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengungkapkan, sebenarnya sejak 5 tahun terakhir, ekspor Indonesia selalu mengalami pertumbuhan rata-rata 4,43 persen per tahun.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan di tahun 2018 menjadi puncak ekspor yang nilainya mencapai USD 180,01 miliar. Lalu bagaimana kondisi ekspor di awal sampai pertengahan tahun 2020 ini?
“Periode Januari sampai Juni 2020 ini Indonesia memasuki kondisi yang berat, khususnya untuk ekspor. Namun Indonesia bersyukur pada periode Januari sampai Juni 2020 mengalami surplus sebesar USD 5,5 miliar dibanding periode yang sama 2019 yang defisit USD 1,87 miliar,” kata Agus dalam webinar yang digelar Kadin, Rabu (22/7).
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
Pada periode Januari sampai Juni 2020, nilai ekspor migas mencapai USD 3,98 miliar. Sedangkan ekspor non-migas berada di angka USD 72,43 miliar. Agus membeberkan berbagai produk unggulan yang ramai diekspor adalah lemak dan minyak hewan atau nabati.
ADVERTISEMENT
“Beberapa produk unggulan non-migas Indonesia selama semester I 2020 didominasi oleh lemak dan minyak hewan atau nabati dengan kontribusi sebesar 12,34 persen, besi dan baja 6,28 persen, logam mulia atau perhiasan 6,01 persen,” ujar Agus.
Selain itu ada mesin dan perlengkapan elektronik sebesar 5,60 persen, kendaraan dan spare parts 3,91 persen, dan karet dan produk karet mencapai 3,52 persen. Untuk negara tujuan, Agus mengungkapkan sampai saat ini masih di dominasi ke China.
“Sementara tujuan ekspor Indonesia masih ke RRT 17,71 persen, AS 11,86 persen, Uni Eropa ada 28 negara sebesar 8,91 persen, Jepang 8,68 persen, India 6,54 persen, Singapura 6,36 persen,” ungkap Agus.