Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Limbah Abu Batu Bara Diklaim Bisa untuk Bangun Jembatan hingga Sektor Pertanian
16 Maret 2021 17:05 WIB
ADVERTISEMENT
Keputusan Presiden Jokowi yang mencoret abu batu bara sisa pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari daftar limbah berbahaya dan beracun (B3) menuai banyak kritik, terutama aktivis lingkungan. Mereka khawatir kebijakan ini makin merugikan masyarakat, khususnya yang tinggal di dekat pembangkit.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran tersebut dibantah Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Menurutnya, dengan kebijakan baru Jokowi ini justru baik untuk masyarakat karena limbah batu bara yang selama ini dihasilkan pembangkit bisa dimanfaatkan secara ekonomis.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Tiongkok, India, Jepang, dan bahkan Vietnam, kata Hendra, sudah sejak lama memanfaatkan FABA. Negara-negara itu memanfaatkan FABA ini antara lain sebagai material konstruksi untuk campuran semen untuk pembangun infrastruktur jalan, jembatan, dan timbunan reklamasi lahan bekas tambang,
"Selain itu, FABA PLTU di sejumlah negara juga dimanfaatkan untuk kepentingan di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan tingkat pemanfaatan fly ash dan bottom ash masing-masing 44 persen dan 86 persen," kata Hendra saat dihubungi kumparan, Selasa (16/3).
ADVERTISEMENT
Sementara di Indonesia, tingkat pemanfaatan FABA di Indonesia masih sangatlah rendah, yaitu untuk fly ash kurang dari 1 persen dan bottom ash kurang dari 2 persen. Berdasarkan data Kementerian ESDM, pengelolaan FABA baru 9,7 juta ton atau 10 persen dari kebutuhan batu bara PLTU 97 juta sepanjang 2019.
Hendra mengatakan, selama ini kebijakan FABA PLTU sebagai limbah B3 membebani perusahaan karena biaya pengelolaannya cukup besar hingga Rp 2 triliun berdasarkan kajian yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) per tahunnya.
Adapun FABA yang dihasilkan oleh perusahaan PLTU dan non-PLTU setiap tahunnya berkisar 10-15 juta ton per tahun. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan masih diandalkannya PLTU sebagai sumber energi listrik nasional.
ADVERTISEMENT
"Untuk perusahaan (PLTU dengan kapasitas menengah) beban biaya FABA Rp 50 miliar. Kalau yang skala besar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun per tahun. Jadi bayangkan itu tiap tahun dihasilkan. Bebannya besar selama ini (buat perusahaan)," ucapnya.
Disinggung mengenai dampak yang lebih besar bagi warga sekitar pembangkit dengan aturan baru ini, Hendra membantahnya. Menurut dia, kebijakan ini justru menghindarkan masyarakat dari dampak lingkungan karena jutaan abu yang dihasilkan bisa dimanfaatkan.
"Enggak sih. Negara maju yang bersih seperti Jepang pun memanfaatkan FABA ini sebagai bahan konstruksi. Justru kalau enggak dimanfaatkan, ini jadi beban masyarakat di sekitar karena lebih banyak mudarat-nya," terang dia.
Sebelumnya, Jokowi mengeluarkan FABA PLTU dari daftar limbah B3 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diteken Jokowi pada 2 Februari 2021. PP tersebut merupakan turunan dari UU Cipta Kerja dan revisi atas PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
ADVERTISEMENT